Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)

BKSAP DPR Minta Parlemen Eropa Tinjau Ulang Resolusi Sawit

Laporan: Dede Zaki Mubarok | Selasa, 23 Mei 2017, 16:50 WIB
BKSAP DPR Minta Parlemen Eropa Tinjau Ulang Resolusi Sawit

Nurhayati Ali Assegaf (kiri)

Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI meminta delegasi Parlemen Uni Eropa untuk meninjau ulang resolusi yang diterbitkan terkait minyak kelapa sawit.

Hal tersebut diserukan oleh sejumlah anggota BKSAP saat menerima delegasi Parlemen Uni Eropa di Gedung DPR RI,  Senayan,  Jakarta, Selasa (23/5).

Diketahui bahwa Parlemen Uni Eropa, pada 4 April 2017, mengeluarkan resolusi terkait minyak kelapa sawit dan deforestasi di Indonesia. Resolusi tersebut menyebutkan bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia menyebabkan deforestasi dan kebakaran hutan.

Hasil resolusi didasarkan pada hasil studi yang dilakukan Komisi Eropa tahun 2013, yang menyimpulkan produksi minyak kelapa sawit Indonesia menyumbang sekitar 6 juta ha (2,5 persen) dari sumber kerusakan hutan global.

Menampik pandangan itu, Ketua BKSAP DPR RI, Nurhayati Ali Assegaf, menekankan, Indonesia adalah negara yang memiliki komitmen tinggi terhadap pencapaian pembangunan berkelanjutan (SDGs). Bahkan, menjadi negara terdepan dalam meratifikasi rekomendasi Paris Agreement 21 tentang perubahan iklim.

"Komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim dan SDGs sangat jelas dan sudah diakui. Dalam memformulasikan sustainable development pun,  Indonesia menjadi salah satu champion dalam pelestarian lingkungan," tegas Nurhayati.

Kepada delegasi Parlemen Uni Eropa, politisi dari Fraksi Demokrat ini meminta resolusi sawit dibatalkan dengan mempertimbangakan komitmen Indonesia dalam pembangunan berkelanjutan.

Sementara itu,  anggota BKSAP yang bertugas di Komisi VI, Erico Sotarduga, menyampaikan bahwa industri kelapa sawit menampung 4 juta tenaga kerja Indonesia secara langsung, yang apabila diganggu akan membawa efek terhadap 12 juta rumah tangga.

Di samping itu, masalah deforestasi akibat industri kelapa sawit tidak perlu dikhawatirkan. Mengingat, luas oil palm plantation hanya 6-7 persen dari luas Indonesia. Di sisi lain, lahan hanya bisa efektif dilakukan replanting hingga 3 kali, sehingga masyarakat akan beralih ke industri lainnya.

"Kami harap Uni Eropa berikan rasa keadilan bagi rakyat indonesia. Kelapa sawit makin baik ke depannya dan tidak berpengaruh masif terhadap kerusakan alam," tuturnya.

Anggota BKSAP, Hamdani, mengatakan, resolusi tersebut tidak berdasar karena menyarankan penggunaan minyak rapeseed dan minyak biji bunga matahari yang penggunaannya lebih tidak efisien serta mengancam deforestasi yang lebih luas. Sementara itu, setidaknya, ada 66.000 produk Eropa sangat bergantung pada minyak sawit.

Menanggapi hal itu,  Delegasi Parlemen Uni Eropa, Pedro Silva Pereira, mengatakan, pihaknya telah melakukan kunjungan ke Provinsi Riau dan mendapatkan informasi terkait hal ini.

Ia berharap kedua pihak (Parlemen Indonesia dan Uni Eropa) segera melakukan beberapa pertemuan lagi untuk membahas hal ini. Mengingat,  resolusi sawit tentu akan berpengaruh terhadap negosiasi perjanjian perdagangan antara Indonesia-Uni Eropa.

"Kami percaya Indonesia dan Uni Eropa akan mendapatkan titik temu yang positif untuk pertumbuhan ekonomi dua pihak," ujar Pereira.

Saat ini Indonesia dan Uni Eropa pun tengah melakukan negosiasi perjanjian perdagangan EU-Indonesia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA)  dan Free Trade Agreement (EU-ASEAN FTA). [ald]
1xx

Kolom Komentar

Artikel Lainnya

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)