Politik Anggaran Pemerintah Tidak Sehat, Berpotensi Chaos
Laporan: Dede Zaki Mubarok | Rabu, 26 Oktober 2016, 13:53 WIB

Politik anggaran yang disusun pemerintah dinilai tidak sehat dan tidak kredibel. Banyak target ekonomi yang meleset dan Indonesia masih bergantung pada utang luar negeri. Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla juga mengalami crash dalam meraih target pertumbuhan sebesar 7 persen.
Demikian diungkapkan Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, dalam keterangan persnya, Rabu (26/10). Menurut dia, dengan kondisi yang ada, Indonesia terjebak dalam middle income trap, pembangunan juga melambat, dan kemampuan daya saing serta daya beli masyarakat melemah. Apalagi, ekspor tahun 2016 diperkirakan tidak lebih dari US$ 145 miliar atau terendah sejak 2011. Belum lagi, transaksi berjalan defisit sejak 2012 sampai dengan 2016.
"Kita pantas pesimis atas capaian-capaian pemerintah di masa-masa mendatang. Dalam merancang APBN 2017 saja, Pemerintah Jokowi-JK melakukan hal yang sangat fatal. Sebab, dalam APBN 2017 kita harus membayar bunga utang sebesar Rp 221 triliun, sehingga pemerintah harus menerbitkan SBN Neto sebesar Rp 404 triliun. Lalu, apa yang bisa diharapkan dari proses perancangan politik anggaran yang tidak sehat dan kredibel seperti itu?" ujar Heri.
Anggota Fraksi Gerindra ini mengungkapkan, untuk menutup defisit anggaran, membayar cicilan pokok, dan Penyertaan Modal Negara (PMN), pemerintah harus membuat utang baru dan terus membengkak setiap tahun. Ditambahkannya, neraca pendapatan primer (NPP) juga mengalami defisit yang besar pada tahun-tahun mendatang karena paket kebijakan ekonomi I sampai XIII yang sangat berbahaya.
Padahal, defisit NPP pada kuartal pertama 2016 sudah mencapai sebesar US$ 7,5 miliar. Diperkirakan dengan adanya 13 paket kebijakan ekonomi tersebut, defisit NPP tahun 2021 akan menjadi sebesar US$ 50 miliar.
"Tidak ada jalan lain yang mesti ditempuh pemerintahan selain kembali ke sistem ekonomi Pancasila sesuai Pasal 33 UUD yang sudah sangat mendesak untuk diimplementasikan," urai Heri lagi.
Dengan begitu, sambungnya, penguasaan produksi dan pasar nasional terkendali dan defisit NPP dapat ditekan sekecil mungkin dan akumulasi keuntungan akan memperkuat tabungan nasional. Selama pemerintahan Jokowi-JK tetap menjalankan kebijakan ekonomi seperti yang ada saat ini, ekspansif namun kondisi dalam negeri dibuat kontraksi, maka selama itu pula kerugian negara akan bertambah banyak dan bertumpuk-tumpuk.
"Perekonomian yang sedang dijalankan pemerintah saat ini lebih jahat dari ekonomi liberal yang sesungguhnya. Ia hanya menghadirkan ketimpangan-ketimpangan baru dan berujung pada meluasnya masalah sosial yang berpotensi
chaos (kekacauan)," ujar mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR ini.
[ald]