Kebijakan tersebut, yang masa berlakunya berakhir pada 5 Mei 2025, dinilai berperan penting dalam memulihkan daya dorong ekonomi nasional.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menegaskan bahwa langkah hapus buku dan hapus tagih bukan sekadar penyelesaian administratif, melainkan instrumen pemulihan ekonomi. Melalui kebijakan ini, perbankan dapat membersihkan portofolio kredit macet sehingga lebih leluasa menyalurkan pembiayaan baru ke sektor produktif, khususnya UMKM.
“Kami sudah menyampaikan kepada pemerintah agar kebijakan ini dapat diperpanjang dan disesuaikan, supaya bank dapat lebih efektif menerapkannya sesuai dengan arah kebijakan nasional,” ujar Mahendra di Jakarta, dikutip redaksi di Jakarta, Senin 3 November 2025
Menurut Mahendra, penghapusan piutang macet dapat membuka kembali akses permodalan bagi pelaku usaha kecil yang sebelumnya tersisih akibat catatan buruk kredit. Saat debitur yang gagal bayar dihapus secara resmi dari pembukuan bank, mereka tidak lagi tercatat sebagai debitur bermasalah dan bisa kembali mengakses pembiayaan.
“Kebijakan ini mampu menghidupkan kembali sektor riil yang menjadi tulang punggung ekonomi. UMKM yang sempat terhenti usahanya bisa bangkit karena kembali memiliki akses ke sistem keuangan,” jelasnya.
Mahendra menilai, meskipun kinerja pembiayaan UMKM masih belum sepenuhnya pulih, tanda-tanda perbaikan mulai terlihat. Ia menekankan perlunya dukungan kebijakan lanjutan agar momentum pemulihan ekonomi tetap terjaga. Di sisi lain, kebijakan hapus buku dan hapus tagih juga memberikan ruang perbaikan bagi perbankan. Banyak bank, terutama anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD), masih menanggung kredit macet lama yang menekan rasio kualitas aset.
Dengan perpanjangan kebijakan, bank dapat melakukan restrukturisasi internal dan memperbaiki kemampuan intermediasi tanpa harus terbebani catatan kredit macet yang sulit tertagih.
“Pemulihan kinerja pembiayaan bank akan lebih cepat bila piutang bermasalah dapat diselesaikan lewat mekanisme hapus buku dan hapus tagih,” tambah Mahendra.
Kebijakan ini dinilai memiliki efek berganda terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain memperbaiki kesehatan bank, penghapusan piutang macet juga memperluas basis debitur potensial, meningkatkan daya beli pelaku usaha, dan pada akhirnya mendorong aktivitas produksi di berbagai sektor.
Mahendra menilai keberlanjutan kebijakan tersebut akan menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik. “Dengan sistem keuangan yang lebih sehat, kemampuan bank menyalurkan kredit ke sektor produktif akan meningkat, dan itu berarti dorongan langsung bagi ekonomi nasional,” ujarnya.
OJK berharap, pemerintah dapat segera meninjau dan memperpanjang masa berlaku PP 47/2024, agar manfaat kebijakan tersebut dapat dirasakan secara berkelanjutan.
BERITA TERKAIT: