Managing Director Treasury Danantara Indonesia, Ali Setiawan menjelaskan bahwa langkah tersebut bertujuan menyeimbangkan antara investasi jangka panjang dan instrumen yang mudah dicairkan.
“Kalau kita menerima dana 100, tentu tidak semuanya langsung digunakan untuk proyek berisiko tinggi. Sebagian perlu disimpan di instrumen yang likuid agar bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu,” ujar Ali dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi di Jakarta, Minggu, 19 Oktober 2025.
Ali menyebut, portofolio Danantara ke depan akan terbagi ke dalam dua kategori utama, yakni private investment atau investasi langsung dan public investment atau investasi di pasar modal.
“Misalnya 60–70 persen digunakan untuk membangun proyek strategis, sementara 30–40 persen ditempatkan pada aset likuid seperti SBN,” jelasnya.
Menurut dia, pendekatan ini penting agar Danantara tetap memiliki ruang fleksibilitas dalam menyalurkan pendanaan ke proyek-proyek prioritas tanpa mengorbankan likuiditas jangka pendek. Porsi cadangan ini juga menjadi penopang stabilitas pasar modal domestik.
Ali menekankan bahwa Danantara memiliki karakteristik berbeda dari sovereign wealth fund di negara lain. Sumber pendanaannya murni berasal dari dividen BUMN dan sepenuhnya dalam mata uang rupiah, bukan dari hasil ekspor komoditas atau cadangan devisa.
“Pendanaan kami seluruhnya bersumber dari dividen BUMN dan dalam rupiah. Jadi sifatnya lebih domestik, tidak seperti sovereign fund yang berasal dari hasil minyak atau dolar,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: