Pengamat Dorong Perbaikan Perencanaan Logistik di SPBU Swasta

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/bonfilio-mahendra-1'>BONFILIO MAHENDRA</a>
LAPORAN: BONFILIO MAHENDRA
  • Jumat, 19 September 2025, 03:16 WIB
Pengamat Dorong Perbaikan Perencanaan Logistik di SPBU Swasta
Pom Bensin Shell di Tangerang Selatan.(Foto: RMOL/Bonfilio Mahendra)
rmol news logo Langkah pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam mengatur impor Bahan Bakar Minyak (BBM) badan usaha (BU) swasta jadi titik balik kedaulatan energi nasional dan melindungi konsumen dari risiko harga yang tidak stabil.

“Kalau stok habis sebelum akhir tahun, itu harusnya menjadi pelajaran penting bagi industri untuk memperbaiki perencanaan logistik, bukan sekadar meminta tambahan impor,” ungkap pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi di Jakarta pada Kamis, 18 September 2025.

Menurut Trubus, kuota impor BBM untuk swasta tahun ini sudah dinaikkan 10 persen dibandingkan tahun 2024, dan realisasinya bahkan mencapai 110 persen dari pagu awal.

“Ini bukan diskriminasi atau monopoli, justru konsolidasi pasokan agar volume, kualitas, dan pembiayaan tetap terkendali di tingkat nasional. Dengan begitu, potensi inefisiensi dan disparitas harga bisa dihindari,” ujarnya. 

Di samping itu, Trubus juga menegaskan, bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk menyeimbangkan tiga kepentingan sekaligus.

Pertama, memastikan konsumen mendapatkan pasokan BBM dengan harga stabil di tengah masyarakat. Kedua, menjaga level persaingan yang sehat antara Pertamina dan BU swasta, dan terakhir melindungi kepentingan nasional agar ketahanan energi tidak terlalu bergantung pada impor.

“Sektor energi yang merupakan urat nadi perekonomian jangan sampai dikendalikan oleh kekuatan pasar tanpa arah yang jelas. Kebijakan energi harus berorientasi jangka panjang, bukan reaktif terhadap tekanan pasar. Konsistensi pemerintah dalam tata kelola impor ini sejalan dengan arahan Presiden untuk menghapus kuota diskriminatif, tapi tetap menjaga kepentingan nasional,” bebernya.

Sementara itu, ia juga mendorong pemerintah meningkatkan transparansi data pasokan BBM serta memperkuat komunikasi publik.

“Pemerintah tidak sedang memusuhi swasta. Kebijakan ini justru menata pasar agar lebih sehat, transparan, dan efisien. Keterlibatan swasta tetap penting, tapi harus dalam koridor tata kelola nasional yang ketat,” pungkas dia.

Sebagaimana diketahui, kelangkaan BBM terjadi di sejumlah SPBU milik swasta seperti BP, Shell dan VIVO meskipun Kementerian ESDM telah memberikan tambahan kuota impor 10 persen tahun ini. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA