Sejak awal tahun hingga 20 Mei 2025, BI tercatat telah membeli SBN pemerintah senilai Rp96,41 triliun. Angka tersebut melonjak Rp15,43 triliun dari laporan pembelian SBN BI pada bulan sebelumnya sebesar Rp80,98 triliun per 22 April 2025.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengkritik langkah tersebut tidak sepenuhnya membawa dampak positif bagi perekonomian.
"BI membeli SBN justru dipersepsikan buruk oleh investor, selain mendorong Pemerintah makin kecanduan utang, dana ini juga tidak menggerakkan sektor riil serta BI dipersepsikan kurang independent," katanya kepada
RMOL pada Kamis 22 Mei 2025.
Menurutnya, meski pembelian SBN di pasar sekunder bisa membantu menstabilkan nilai tukar Rupiah, penguatan mata uang nasional tersebut tetap harus disertai dengan kebijakan yang kredibel dan penguatan kelembagaan.
"Penguatan Rupiah adalah hal penting, tetapi apa yang menjadi sebab penguatan juga tak kalah penting. Kredibilitas kebijakan dan institusi moneter-ekonomi sangat penting," lanjutnya.
Wijayanto menambahkan, derasnya aliran dana ke instrumen SBN akan berimbas pada terbatasnya likuiditas perbankan untuk penyaluran kredit.
Masyarakat maupun lembaga keuangan, menurutnya, akan lebih memilih menempatkan dana di SBN karena menawarkan imbal hasil tinggi dibandingkan instrumen lain seperti deposito.
"Dengan dana pihak ke-3 yang relatif kecil pun, bank lebih baik menempatkan di SBN yang bebas risiko daripada memberi kredit," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: