Mulyanto menegaskan sebagai lembaga publik yang diamanahi aset besar sudah selayaknya Danantara diperhatikan dan diawasi masyarakat. Pelarangan wartawan dalam acara Danatara justru akan mengundang kecurigaan dan prasangka tentang transparansi pengelolaannya.
"Harusnya Pemerintah memberi akses seluas-luasnya kepada media untuk meliput acara tersebut. Media merupakan representasi masyarakat yang berhak tahu apa yang akan Presiden lakukan terhadap Danatara," kata Mulyanto dalam keterangannya, Kamis, 1 Mei 2025.
Ia mengapresiasi arahan Presiden kepada Danantara untuk mengevaluasi 844 perusahaan BUMN (termasuk di dalamnya anak, cucu dan cicit BUMN) baik kelembagaan maupun kepengurusannya agar benar-benar optimal bagi kesejahteraan rakyat.
“Arahan Presiden ini harus ditindaklanjuti secara serius dan konkret oleh Danantara. Jangan cuma sekedar retorika belaka,” imbuhnya.
Sebab, lanjut dia, nilai aset yang dikelola Danantara baik berupa dividen BUMN, saham BUMN dan aset fisik dan non fisik BUMN lainnya sangat luar biasa besar, mencapai nilai satu triliun USD.
"Kegeraman publik terhadap merebaknya kasus korupsi di BUMN ini kan sangat besar. Hampir 195 triliun terjadi kasus korupsi di PT. Pertamina dan 300 triliun korupsi di PT. Timah,” jelasnya.
Belum lagi kasus korupsi di Asabri, Jiwasraya, Garuda dll. Ini jumlah kerugian negara yang sangat fantastis, yang terekam di benak publik.
“Jadi jangan sampai aset yang dikelola Danantara, yang mencapai satu triliun USD tersebut dianggap murni sebagai aset korporasi dimana apabila terjadi kerugian, maka itu murni sebagai kerugian korporasi. Termasuk tidak bisa diperiksa oleh KPK dan BPK tanpa seizin DPR. Tentunya tidak bisa demikian," terang Mulyanto.
Anggota Komisi Energi DPR periode 2019-2024 menegaskan aset Danantara sebesar satu triliun USD tersebut tetaplah aset negara, yang harus dikuasai oleh negara.
“Karena itu sudah seharusnya diawasi publik negara, melalui berbagai instrumen pengawasan negara yang ada, secara serius dan ketat. Komitmen ini ditunggu publik dan harus dibuktikan Pemerintah,” tegas dia.
Mulyanto menilai keseriusan Pemerintah soal penerapan sistem merit di BUMN ini masih dipertanyakan. Publik menilai transparansi yang disebutkan hanya wacana, sementara kenyataannya malah merebak korupsi di BUMN.
“Kasus yang ada di depan mata, dimana Direktur Utama dan Komisaris Utama PT. Pertamina justru diangkat dari anggota dewan pembina partai politik,” ungkapnya.
"Akibatnya bisa jadi, yang muncul di publik justru sebaliknya, yakni keraguan dan kekhawatiran bahwa pengelolaan Danantara ini akan diintervensi untuk kepentingan politik elektoral," pungkas Mulyanto.
BERITA TERKAIT: