Seperti dikutip dari
Bloomberg pada Rabu 8 Januari 2025, impor negara Paman Sam ini mencatat pertumbuhan terbesar sejak Maret 2022 dengan nilai mencapai 351,6 miliar Dolar AS (Rp5.707 triliun) atau naik 3,4 persen.
Sementara nilai ekspor hanya naik 2,7 persen, dengan nilai 273,4 miliar Dolar AS (Rp4.438 triliun). Angka ini sesuai dengan perkiraan pasar.
Defisit yang kian lebar ini terjadi karena perusahaan mempercepat pengiriman imbas kekhawatiran atas potensi kenaikan tarif oleh pemerintahan baru Donald Trump, dan kemungkinan pemogokan pekerja pelabuhan.
Lonjakan impor ini bersifat luas, termasuk peningkatan barang konsumsi, peralatan modal, dan kendaraan bermotor, yang kemungkinan mencerminkan preferensi perusahaan AS untuk mengamankan pengiriman sebelum potensi kenaikan tarif.
Selain itu, ada juga potensi pemogokan oleh pekerja pelabuhan dengan tenggat waktu pertengahan Januari untuk mencapai kesepakatan.
Produsen AS, serta penyedia layanan dilaporkan menghadapi tantangan ekonomi global yang lemah dengan Dolar yang menguat, yang berisiko membuat kesenjangan perdagangan tetap lebar tahun ini.
Pada basis yang disesuaikan dengan inflasi, defisit perdagangan tercatat melebar menjadi 96,5 miliar Dolar AS pada November 2024.
BERITA TERKAIT: