Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa kenaikan anggaran itu dilakukan agar proses peremajaan bisa berjalan lebih cepat dan mencapai target.
Dari 180 ribu ha PSR yang ditargetkan, Airlangga menyebut realisasi program PSR rata-rata hanya mencapai 50 ribu ha per tahun.
Menurut Airlangga, angka itu masih cukup jauh dari yang diharapkan pemerintah. Untuk itu kenaikan dana hibah untuk program PSR rencananya akan mulai dilakukan pada Mei mendatang.
"Kita berharap dengan kenaikan biaya menjadi Rp 60 juta itu nanti tidak hanya di tahun pertama, tapi tahun kedua dan ketiga bisa dibiayai untuk penghidupan para pekebun," ujar Airlangga, dalam Rapat Koordinasi Nasional Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan 2019-2024, di Jakarta, dikutip Sabtu (30/3).
Secara keseluruhan, pemerintah sendiri telah menyalurkan dana untuk PSR melalui Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp9,25 triliun sejak 2016. Dana ini berhasil meremajakan perkebunan sawit seluas 331,7 ribu hektare.
Airlangga menyebut percepatan peremajaan perlu dipercepat, karena kelapa sawit merupakan komoditas strategis nasional yang menjadi andalan ekspor RI.
Pada 2023, ekspor kelapa sawit tercatat mencapai 28,45 miliar dolar (Rp451 triliun) atau mendekati 12 persen dari ekspor nonmigas.
Selain itu, sektor kelapa sawit disebut juga telah menyerap jutaan tenaga kerja secara langsung dan tidak langsung sekitar 16,2 juta orang.
"Kelapa sawit juga merupakan penggerak perekonomian di wilayah penghasil kelapa sawit dan juga memberikan kemajuan di pedesaan maupun mengurangi tingkat kemiskinan," pungkas Airlangga.
BERITA TERKAIT: