Pertamina Pede Produksi Berlimpah, Impor Nyusut

Blok Rokan Beroperasi 2021

Kamis, 29 November 2018, 08:37 WIB
Pertamina Pede Produksi Berlimpah, Impor Nyusut
Foto/Net
rmol news logo Kerja keras Pertamina me­mompa minyak dan gas (migas) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terus dilakukan. Suntikan energi dari Blok Ro­kan sangat bermanfaat. Sehinga produksi berlimpah, impor pun bisa nyusut.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, saat ini kemampuan Pertamina memproduksi migas untuk kebu­tuhan domestik baru 40 persen. Meski begitu, dia pede bisa men­dongkraknya hingga 60 persen.

"2021 ketika Blok Rokan sudah beroperasi kami akan memproduksi 60 persen seh­ingga bisa menurunkan impor minyak mentah," ujarnya dalam Pertamina Energy Forum 2018 di Jakarta, kemarin.

Dia mengungkapkan, tambah­an 11 pengelolaan wilayah kerja migas menjadi modal utama un­tuk mewujudkan target tersebut. Apalagi dengan potensi besar Blok Rokan yang digadang-gadang memiliki "harta karun" untuk Indonesia. Alhasil, bukan masalah besar untuk mereal­isasikan peningkatan produksi.

Selain itu, kata Nicke, Per­tamina dalam delapan sampai 10 tahun ke depan akan menambah kapasitas kilang. Rencananya, BUMN Migas ini bakal mem­bangun sekitar enam kilang. Hal ini juga tak lepas upaya pemenuhan kebutuhan migas Tanah Air.

Menurut Nicke, lonjakan per­mintaan bahan bakar minyak (BBM) dipengaruhi tingginya populasi dan pembangun in­frastruktur yang masif. Dengan begitu, semakin banyak pelang­gan yang perlu dilayani.

"Semakin banyak pasar baru yang dapat dimasuki. Kita meyakini demand energi akan terus meningkat dari waktu ke waktu," katanya.

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, salah satu cara memangkas impor migas dengan memaksimalkan program biodiesel 20 persen (B20). "Harapan kita, pertama wujudkan kilang dan petrokimia supaya negatif kita di transaksi berjalan mengecil. Kedua, jadi­lah leader dalam melaksanakan B20. Itu sudah cukup, republik sudah untung," pintanya.

Mantan Gubernur Bank Indo­nesia ini meminta PT Pertamina terus mengembangkan program mandatori campuran biodiesel 20 persen di bahan bakar minyak jenis solar, atau biasa disebut B20.

Dirinya mengakui, pelaksan­aan B20 dari Pertamina belum optimal. Salah satu contohnya adalah titik lokasi pencampuran bahan bakar nabati dengan solar itu masih terlalu banyak. Seh­ingga, Pertamina telah diminta untuk memangkas lokasi terse­but tersebut agar lebih efisien.

"Jangan buat pencampuran B20 itu titiknya terlalu banyak. Ada ham­pir 100 (titik) dalam hal ini. Jadi, perlu kapal banyak, karena pengiri­man FAME (Fatty Acid Methyil Ester) perlu kapal," jelasnya.

Deputi Bidang Usaha Pertam­bangan, Industri Strategis dan Media, Fajar Harry Sampurno mengungkapkan, PT Pertamina merupakan perusahaan pelat merah dengan aset terbesar ke-empat di Indonesia. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA