Sebanyak 1.041 komoditas, pajaknya dinaikkan hingga 7,5 persen. Namun kebijakan Kementerian Keuangan itu dianggap kurang berpengaruh untuk menekan laju impor.
Ekonom senior DR. Rizal Ramli mengatakan, tingkat barang impor Indonesia bukan dari barang-barang yang pajaknya dinaikkan oleh pemerintah.
"Itu barang ecek-ecek semua yang kena dampaknya ibu-ibu kebanyakan. Barangnya sepeti lipstik, bedak, tasbih, macam-macam yang kagak penting amat, 'sing printil'," seloroh RR biasa disapa di komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (3/10).
Menurut dia, komoditas impor terbesar Indonesia saat ini khususnya dari China adalah baja. Sehingga baja sudah tentu menjadi komoditas yang dikenakan pajak kenaikan barang impor tersebut.
"Kalau kita mau ngurangi impor dengan cepat perbaiki neraca current acount maka kita mesti fokus di 10 komoditas yang paling besar, contohnya baja," bebernya.
Sambung RR, di China saat ini tengah terjadi kelebihan produk baja yang memungkinkan akan membuang barangnya dalam jumlah besar ke Indonesia.
"Seharusnya itu (baja) yang dikenakan tarif anti dumping dong, 25 persen. Kalau itu yang dilakukan kena pajak anti dumping, impor baja akan turun 5 miliar dolar AS," pungkasnya.
[rus]