Hingga Agustus, Pemerintah Raup Pajak Rp 760 Triliun

Naik 15,49 Persen Dibanding Tahun Lalu

Jumat, 24 Agustus 2018, 11:46 WIB
Hingga Agustus, Pemerintah Raup Pajak Rp 760 Triliun
Foto/Net
rmol news logo Realisasi penerimaan pajak cukup moncer. Hingga 20 Agustus 2018 mencapai Rp 760,57 triliun atau setara 53,41 persen dari target tahun 2018 sebesar Rp 1.424 triliun.

 Capaian itu dipaparkan Direk­tur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan. Penerimaan pajak tersebut naik 10,68 persen dari posisi penerimaan 31 Juli 2018. Capain itu juga naik 15,49 persen dibanding penerimaan periode yang sama tahun 2017.

"Apabila tidak memperhitung­kan penerimaan dari program Amnesti Pajak, maka pertum­buhan tahun 2018 mencapai 17,63 persen," ungkap Robert di Jakarta, kemarin.

Dia memaparkan, kenaikan penerimaan pajak tersebut disumbang paling besar oleh pertumbuhan Pajak Pertamba­han Nilai (PPN) impor yang mencapai 26,85 persen. Dii­kuti kenaikan penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan sebe­sar 22,24 persen, PPh Pasal 21 sebesar 15,57 persen dan PPN Dalam Negeri yang tumbuh 9,44 persen.

Dilihat berdasarkan jenis in­dustri, lanjut Robert, peneri­maan dari berbagai sektor utama menunjukkan pertumbuhan. Industri pengolahan dan per­dagangan merupakan dua sek­tor penyumbang penerimaan terbesar. Masing-masing tumbuh 13,08 persen dan 29,75 persen.

Melihat tren pertumbuhan tersebut, Robert optimistis, tar­get penerimaan pajak 2018 sebe­sar Rp 1.351 triliun, tercapai. "Dengan kata lain, realisasi pen­erimaan hingga akhir tahun 2018 diproyeksikan dapat tumbuh 17.38 persen," kata Robert.

Dengan demikian, Robert ya­kin, proyeksi penerimaan pajak tahun 2019 dipatok sebesar Rp 1.572,3 triliun, cukup realistis. Karena, tingkat pertumbuhan hanya sekitar 16,4 persen dari outlook realisasi tahun ini.

"Untuk menjaga tren positif ini, Ditjen Pajak akan terus mengoptimalkan layanan dan implementasi berbagai program penting. Termasuk pelaksan­aan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2018, pemberian restitusi dipercepat, dan pelak­sanaan reformasi perpajakan," terang Robert.

Ringankan Beban Lombok

Robert mengungkapkan, pe­merintah akan memberikan ker­inganan kepada wajib pajak di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terdampak bencana gempa. Kebijakan itu bertujuan untuk meringankan beban sosial ekonomi wajib pajak (WP) di Lombok.

"Nanti ada pengecualian penge­naan sanksi perpajakan dan pem­berian perpanjangan batas waktu keberatan bagi WP," katanya.

Robert menerangkan, ker­inganan tersebut diberikan un­tuk kewajiban perpajakan WP di Lombok yang jatuh tempo pada 29 Juli 2018 sampai dengan keadaan tanggap darurat berakhir. Hal itu termasuk pengecualian sanksi administrasi dan pelapo­ran SPT masa atau tahunan serta pembayaran pajak.

"Pelaporan SPT dan pem­bayaran pajak dapat dilakukan paling lama tiga bulan setelah berakhirnya masa tanggap daru­rat. Untuk pengajuan keberatan dapat dilakukan paling lama satu bulan setelah berakhirnya masa tanggap darurat," tegas Robert.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analy­sis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, capaian positif kinerja pajak buah dari pelaksanaan re­formasi perpajakan.

Dia juga yakin , ealisasi pen­erimaan pajak 2019 bisa lebih baik. "Dalam RAPBN2019, narasi kebijakan juga lebih jelas, rinci, dan terukur. Pemerintah juga konsisten berupaya menjaga keseimbangan peran pajak antara budgetair (mengisi kas negara) dan regulerend (instrumen kebi­jakan)," kata Yustinus.

Meski begitu, Yustinus me­minta pemerintah tetap fokus membenahi perpajakan agar harapan masyarakat akan sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan akuntabel, dapat segera tercapai. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA