2030, Ekonomi Kita Terkuat Di Dunia, Fakta Apa Hoaks?

Selasa, 10 April 2018, 09:00 WIB
2030, Ekonomi Kita Terkuat Di Dunia, Fakta Apa Hoaks?
Foto/Net
rmol news logo Presiden Jokowi optimis Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan ekonomi terkuat pada 2030. Bahkan, di 2045, Indonesia bisa meraih peringkat 5 atau 4. Fakta atau hoaks?

Optimisme ini disampaikan Presiden Jokowi kepada para siswa dan siswi SMA Taruna Nusantara yang kemarin "bertamu" di Istana Negara. Kepada sekitar 393 pelajar yang hadir, Jokowi mengajak untuk senantiasa optimistis dalam menatap masa depan. "Kita harus tahu dan harus sadar bahwa Indonesia negara besar dengan penduduk sekarang ini sudah 263 juta. Dan masuk dalam ekonomi 16 besar dunia," kata Presiden.

Pada 2030, lanjutnya, Indonesia akan masuk 10 besar negara dengan ekonomi terkuat. Hal itu didasarkan pada perhitungan Bappenas, Bank Dunia dan McKenzie. Dan di tahun 2045, Indonesia bisa meraih peringkat kelima. Pada tahun itu, PDB Indonesia diperkirakan bisa mencapai USD 9,1 triliun dengan pendapatan per kapita USD 29.300 dari 309 juta penduduk. "Pada 2045 kita bisa jadi 5 besar ekonomi terkuat di dunia. Bisa nomor 4 kalau kita kerja keras. Kita akan berkejar-kejaran dengan Amerika Serikat, China dan lain-lain," imbuh Jokowi.

Eks Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, tak pernah ada suatu negara yang mampu secara instan menjadi negara besar tanpa melalui kerja keras. Negara ini akan menjadi negara yang kuat ekonominya jika mampu mengatasi rintangan-rintangan yang ada.

Menkeu Sri Mulyani juga mengungkapkan prediksi yang sama dengan Jokowi; Indonesia berada di peringkat 5 negara dengan ekonomi terkuat pada 2045.

Tapi dia mengingatkan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk mewujudkannya. Pertama, faktor manusia. Faktor itu meliputi integritas, pendidikan, agama, sosial, dan budaya. "Posisi pekerja menjadi rawan karena adanya otomatisasi pekerjaan. Semua serba robot. Tapi ingat, ada yang tidak bisa dilakukan robot, critical thinking. Ini keunggulan manusia yang harus dimanfaatkan," ujarnya di Universitas Diponegoro Semarang, kemarin.

Dia berpesan masyarakat kelas menengah jangan hanya pasrah dan berharap ingin mendapatkan sesuatu secara gratis. "Kelompok menengah harus confident, saya senang jadi bagian dari negara Indonesia, saya akan minta bentuk service, bukan subsidi," pesannya.

Faktor kedua adalah pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, irigasi, bandara, dan pelabuhan. Pembangunan harus memperhatikan keamanan bangunan dan kualitasnya. "Kalau Presiden Jokowi fokus bangun manusia dan infrastruktur, itu bukan hobi," imbuhnya

Faktor berikutnya adalah sistem kelembagaan harus mampu melayani masyarakat dan tidak melakukan tindak korupsi. Sementara yang terakhir adalah faktor kebijakan, terutama di bidang ekonomi. Menurut dia, jika sebuah negara salah dalam mengambil kebijakan, negara tersebut bisa rusak.

Dia mencontohkan Argentina pada era 1800-an. Saat itu, negara itu setara dengan negara Eropa Barat, Belgia atau Belanda. Tetapi akhirnya jatuh miskin. Kini Argentina mulai bangkit. "Contoh lain, Korsel yang juga diperhitungkan. Apakah mereka bebas korupsi? Tidak. Tapi Korsel terus memperbaiki kebijakannya," bebernya.

Menperin Airlangga Hartarto juga optimis, dengan adanya roadmap atau peta jalan untuk memasuki industri 4.0, di mana sektor industri akan berbasis digital, pada 2030 produktivitas Indonesia meningkat dua kali, lalu inovasi Research and Development (RND) meningkat 2 persen. "Aspirasi Indonesia di tahun 2030 ini antara lain, ekonomi RI masuk 10 besar di dunia,"  ujar Airlangga di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu 4 April 2018.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Berli Martawardaya menyebut, terwujud atau tidaknya prediksi itu tergantung pada pemerintah dan masyarakat. "Ini tipe analisa dan proyeksi jangka panjang yang sifatnya conditional, artinya akan terwujud jika politik stabil, tidak ada konflik sosial besar, ekonomi dan SDM makin produktif dan lain-lain," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, semalam.

Senada, peneliti di Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus menyebut, prediksi itu bisa saja terjadi. "Kalau terkuat, setidaknya 5 besar dunia dari ukuran PDB, secara alamiah itu sudah pasti terjadi, karena penduduk semakin banyak. Asal tidak ada bencana alam atau perang," ujarnya saat dikontak, semalam.

Tetapi, dia mengingatkan, negara yang terkuat PDB-nya, belum tentu menjamin kesejahteraan masyarakatnya menjadi lebih baik. "Pada 2030 ekonomi bisa semakin maju, bisa stagnan atau sebaliknya. Kalau pertumbuhan ekonomi kita stagnan di kisaran 5 persen, untuk mengurangi pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan. Artinya tidak ada peningkatan kesejahteraan yang cukup berarti. Ditambah lagi kita akan mengalami bonus demografi," imbuhnya.

Bonus demografi itu, menurut Ahmad harus dijawab dengan peningkatan produktivitas semua elemen supaya 2030 tingkat kesejahteraan ekonomi menjadi lebih baik. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA