AS Rilis 1.300 Produk China Kena Pajak

Kamis, 05 April 2018, 11:11 WIB
AS Rilis 1.300 Produk China Kena Pajak
Faisal Basri/Net
rmol news logo Sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai. Pribahasa ini cocok disematkan dengan sikap Amerika Serikat merespons kebijakan ekonomi China. Kemarin, Negeri Paman Sam merilis 1.300 produk kena pajak produk China. Hal ini menunjukkan AS tidak gentar dengan langkah China yang akan mengenakan tarif impor sebesar 15 persen-25 persen untuk produk impor AS.

Dilansir CNN.News, Kantor Dagang AS (USTR) di Ge­dung Putih menyampaikan akan mengenakan tarif sebesar 25 persen kepada seluruh produk ekspor. Sebagian besar tarif akan membidik industri teknologi, permesinan dan kedirgantaraan China. Selain itu, peralatan medis, obat-obatan dan mate­rial pendidikan juga jadi incaran pengenaan tarif tersebut.

Menurut Gedung Putih, pem­berlakuan tarif ekspor ini sebagai hukuman atas apa yang disebut pencurian rahasia perdagangan, termasuk piranti lunak (soft­ware), hak paten dan teknologi lainnya

Kedutaan China di AS kabarnya langsung merespon ke­bijakan Pemerintahan Donald Trump tersebut. Mereka mengatakan bahwa China mengecam dan menentang keras daftar produk yang bakal dikenakan tarif.

Menurut Kedutaan China di Washington DC, mereka akan mengajukan masalah tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan mengambil langkah yang setara terhadap produk-produk AS.

Sementara itu, Pemerintah Donald Trump akan menggelar pertemuan public hearing bagi para pengusaha AS pada 15 Mei sebelum memberlakukan tarif. Meski begitu, belum jelas kapan tarif tersebut bakal berlaku.

Ekonom senior dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai, perang dagang antara Amerika dengan China bisa menjadi peluang baru bagi In­donesia.

"Perang dagang mengakibatkan shrinking (penyem­pitan), tetapi sebetulnya bisa jadi opportunity (kesempatan) bagi kita dalam meningkatkan penetrasi pasar bagi produk-produk dari Indonesia. ini harus dimanfaatkan secara optimal," kata Faisal, baru-baru ini.

Diterangkannya, selama ini penetrasi pasar produk Indone­sia belum maksimal. Bahkan, defisit neraca perdagangan yang bukan berasal minyak dan gas bumi (nonmigas) Indonesia-China mencapai 14 miliar dolar AS.

Indonesia menjadi negara satu-satunya di ASEAN yang neraca perdagangannya menga­lami defisit dengan China.

"Kita satu-satunya negara di ASEAN yang defisit sama China. Ini tidak masuk akal. Masa cabai impor dari sana kan tidak masuk akal, kalau winter (musim dingin) mereka tidak bisa metik, kita bisa metik kapan saja. Ini tidak masuk akal dah perlu dibenahi," terangnya.

Faisal meminta pemerintah memanfaatkan peluang yang ada dari perang dagang antara China dan AS. Indonesia harus bisa melihat komoditas yang bisa diekspor ke China untuk meng­gantikan barang-barang dari AS yang terkena bea impor. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA