Mengingatkan saja, sebelÂumnya OJK telah menerbitkan peraturan yang mewajibkan bank sistemik untuk segera memupuk modal baru atau capital surcharge. Hal ini tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 2/POJK.03/2018 tentang Penetapan Bank Sistemik dan Capital Surcharge yang mulai berlaku pada 26 Maret 2018.
Kewajiban ini didasarkan pada karakteristik bank sistemik yang secara aset, modal, luas jaringan atau kompleksitas dan keterkaitan dengan sektor keuanÂgan lain yang dapat menyebabÂkan kegagalan bank tersebut atau sektor jasa keuangan lain.
Dalam aturan tersebut ada beÂberapa bank sistemik domestik yang telah diminta OJK untuk membuat capital surcharge terÂhadap tier 1.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menuturkan, bank-bank sistemik itu modalnya tinggi, sehingga tidak ada yang kesulitan meÂmenuhi capital surcharge.
"Mereka sudah punya CAR (
capital adequacy ratio/rasio kecukupan modal) yang kuat. Jadi, tambahan (modal) itu tidak masalah," ujar Heru.
Dengan adanya penambahan modal oleh bank sistemik, lanÂjut Heru, akan berimbas pada kemampuan menyerap kerugian yang lebih meningkat. Sehingga, bila salah satu bank tersebut mengalami rugi yang cukup dalam, dampak terhadap bank maupun industri jasa keuangan bisa terminimalisir.
"Untuk periode penambahan modal ini dilakukan pada setiap semester pertama yaitu Maret, dengan menggunakan data poÂsisi Desember di tahun sebelÂumnya. Selanjutnya, di semester kedua pada September dengan menggunakan data posisi Juni," jelasnya.
Heru juga menjelaskan, katÂegori bank sistemik pun dimulai dari kategori BUKU IV hingga BUKU I. Sementara penambaÂhan modal yang harus disertakan pun berbeda-beda tergantung dari seberapa besar bank tersebut.
"Semakin besar kategori bank sistemik, maka semakin besar modalnya. Tujuannya guna memperkuat perbankan, karena aset mereka besar, komplekÂsitas usahanya, interkoneksi banknya," imbuh Heru.
Namun ke depan, bank sisteÂmik bakal dikelompokkan menÂjadi lima kelompok, di mana salah satu indikatornya berkaitan dengan sistem keuangan. MisÂalnya, berupa aset keuangan, tagihan atau penempatan pada lembaga jasa keuangan, kewaÂjiban jasa keuangan dan nilai tercatat pada surat berharga yang diterbitkan oleh bank.
Wasit perbankan dan lembaga keuangan ini juga menegaskan, jika bank yang ditetapkan sebaÂgai bank sistemik tersebut tidak memenuhi kewajiban pembentuÂkan tambahan modal, maka akan dikenakan sanksi administratif.
"Memang mulai teguran tertuÂlis, larangan melakukan kegÂiatan ekspansi usaha, larangan pembukaan jaringan kantor dan lainnya," ujarnya.
Chief Economist PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menilai, berdasarkan lembaga keuangan internasional yang terafiliasi dengan banyak bank sentral di dunia, Bank International Settlement (BIS), definisi bank sistemik yaitu bank yang memiliki jumlah aset besar dan kompleksitas produk yang beragam dengan konglomerasi keuangan.
Sementara penetapan bank yang masuk kategori berdampak sistemik ini secara berkala akan dievaluasi.
"Itu artinya, bank yang meÂmang masuk kategori sistemik pun bisa berubah-ubah secara berkala, status bank berdampak sistemik tidak permanen, terganÂtung apakah bank pada periode tertentu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh OJK," imÂbuhnya kepada
Rakyat Merdeka. Pada dasarnya, kata David, jika bank sistemik bermasalah, memang mempengaruhi seluruh sistem perbankan. Apalagi bank besar yang memiliki jaringan atau konglomerasi. Bank sistemik harus dari sisi prudential banking lebih ketat, contohnya dari sisi permodalannya, termasuk harus tambah presentasi CAR.
"Dan jumlahnya harus lebih tinggi dibandingkan bank-bank lain yang tidak dikategorikan seÂbagai bank sistemik," terangnya.
David bilang, dengan diterÂbitkan peraturan OJK tentang rencana aksi (
recovery plan) bagi bank sistemik, maka keÂmungkinan bank tersebut untuk kolaps akan semakin kecil.
Sebab dalam aturan tersebut, sambungnya, OJK mengharusÂkan bank sistemik untuk menyÂusun rencana melalui serangkaÂian opsi pemulihan, baik itu menggunakan sumber daya bank itu sendiri maupun pendekatan bisnis tanpa menggunakan angÂgaran negara atau bail in dengan sedini mungkin.
"Dengan sistem bail in, nantiÂnya bank sistemik diwajibkan memiliki atau menerbitkan
conÂvertible bond yang sewaktu-waktu bisa diubah menjadi ekuitas saham pada saat dalam keadaan krisis," ujarnya. ***
BERITA TERKAIT: