Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi Maret 2018 sebesar 0,20 persen (month to month/mtm). Angka ini naik dibandingkan tingkat inflasi Februari 2017 sebesar 0,17 persen. Adapun inflasi tahun kalender Maret adalah 0,99 persen.
"Penyumbang inflasi dominan adalah kenaikan bensin dengan menyumbang 0,04 persen," kata Kepala BPS Kecuk Suhariyanto di Jakarta, kemarin.
Kecuk menyebutkan, pada akhir Februari Pertamax alami kenaikan Rp 300 per liter dan Pertamax Turbo sebesar Rp 500 per liter. Efek kenaikan itu masih terasa pada Maret 2018. Selain itu, kenaikan BBM non subsidi jenis Pertalite sebesar Rp 200 per liter atau menjadi Rp 7.800 per liter pada 24 Maret 2018 juga turut memberikan sumbangan besar pada inflasi Maret 2018.
Apalagi, lanjut Kecuk, sudah terjadi pergeseran konsumsi BBM jenis Premium kepada PerÂtalite. Saat ini Pertalite memiliki bobot 43 persen (pengaruh terhadap inflasi), Premium sebesar 32 persen. Sedangkan Pertamax memiliki bobot lebih kecil yakni sebesar 23 persen.
"Kenaikan harga Pertalite ini diprediksi masih memiliki dampak ikutan pada April ini. Asalkan pemerintah dapat menÂjaga pasokan Premium maka kontribusi bensin terhadap inflasi akan tetap terjaga," katanya.
Selain BBM, Kecuk memaÂparkan, kelompok bahan makaÂnan menyumbang inflasi sebesar 0,14 persen dengan andil 0,05 persen. Ada komoditas bahan makanan yang mengalami keÂnaikan harga, tapi di sisi lain juga banyak komoditas yang mengalami penurunan harga. Menurutnya, komoditas yang memberikan sumbangan kepada inflasi antara lain kenaikan cabe merah dengan memberikan andil 0,07 persen. "Selain itu, bawang merah dan bawang putih masing-masing 0,04 persen," katanya.
Namun demikian, disebutkan Kecuk, ada beberapa komoditas bahan makanan yang harganya turun sehingga menyumbang deflasi. Antara lain, penurunan harga beras dengan andil terhadap deflasi sebesar 0,10 persen, ikan segar 0,03 persen, dan beberapa sayuran sebesar 0,01 persen.
Kecuk melanjutkan, untuk kelompok makanan jadi, miÂnuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi sebesar 0,26 persen sumbangannya 0,04 persen. Pada kelompok ini, koÂmoditas yang memberikan andil terhadap inflasi yaitu kenaikan rokok kretek filter sebesar 0,01 persen.
Untuk perumahan, air, listrik dan bahan bakar andilnya hanya 0,01 persen dengan inflasi 0,06 persen. Kelompok ini disumbang dari dari kenaikan upah tukang bukan mandor dengan andil 0,01 persen.
Kemudian kelompok sandang inflasinya 0,36 persen, tapi boÂbotnya tidak terlalu besar jadi andilnya hanya 0,02 persen. Dan, dari kelompok komoditas yang memberikan andil besar adalah kenaikan emas dan perhiasan dengan andil 0,01 persen.
Kecuk menilai, inflasi yang terjadi pada Maret 2018 masih dalam rentang yang terkenÂdali dengan memperhitungkan target inflasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tidak lebih dari 3,5 persen pada tahun ini. Dia menyebutkan, dari 82 kota terÂcatat 57 kota alami inflasi, dan 25 kota deflasi.
Dobel Inflasi Ekonom
Institute for Development of Economics and FiÂnance (Indef) Bhima Yudhistira mengamini efek kenaikan hrag pertalite masih terasa bulan ini. Bahkan, kelompok BBM non subsidi rentan mengalami keÂnaikan lagi karena saat ini harga minyak dunia ada di kisaran 70 dolar AS per barel.
"Pada bulan puasa, kita akan hadapi dobel inflasi. Yaitu mahalÂnya harga pangan (efek kenaikan harga BBM-red), dan kenaikan harga BBM non subsidi sekaÂligus," proyeksi Bhima kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Kondisi itu, lanjut Bima, akan memberikan efek besar terhadap inflasi. Sementara itu, daya beli rakyat akan semakin lemah karena premium sulit didapatkan.
Untuk mengantisipasi penuÂrunan kesejahteraan rakyat, Bhima menyarankan pemerintah untuk meningkatkan pasokan premium.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, inflasi Maret 2018 lebih dipengaruhi oleh faktor musiman.
"Bumbu-bumbuan itu, cabe bawang itu barang komoditas yang selalu sangat dipengaruhi musim. Kalau musim lagi jelek, harga naik. Perhatikan dari tahun ke tahun sering muncul fluktuasi harga bumbu," ujar Darmin. ***
BERITA TERKAIT: