Besarnya utang tersebut menjadi sorotan banyak kalangan. Selain besaran kenaikan utang tidak sebanding dengan kenaikan penerimaan negara, belakangan ini nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Eksekutif
CenÂter for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, konÂdisi saat ini memang seÂdang tidak menguntungÂkan untuk Indonesia. Ingin membangun infrastruktur tetapi tidak memiliki uang. Akhirnya mengandalkan utang.
"Jumlah utang tentu bisa terus meningkat ke depan. Dan tentu memiliki risiko kemampuan bayar. Pemerintah harus segera menguÂkur dan memproyeksikan pendapatan pajak. Juga harus mengukur output dari hasil pembangunan," kata Yustinus kepada
Rakyat Merdeka, pada akhir peÂkan.
Selain itu, lanjut YustiÂnus, pemerintah harus menghitung dengan cerÂmat kebutuhan rill belanja produktivitas.
Dia menyarankan, pemerintah untuk ngerem berutang jika penerimaan negara belum maksimal. Apalagi rupiah sedang meÂlemah.
Direktur Strategi dan Portfolio Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko KeÂmenkeu Schneider Siahaan mengatakan, utang sebeÂsar Rp 4.000 triliun bisa saja dilunasi dalam kurun waktu delapan tahun, jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) surplus Rp 500 triliunan setahun.
"Kalau ditanya kapan lunas? Tergantung politiÂcal, kalau bisa bikin budget kita surplus Rp 500 triliun setahun, (artinya) kalau penerimaan pajak Rp 1.800 triliun kita potong (Rp 500 triliun untuk membayar utang) jadi Rp 1.300 triliun (untuk belanja). Jadi bagi saja, kan itu bisa delapan tahun. Tergantung dari politik anggaran," kata Schneider.
Schneider meyakinkan utang dalam posisi yang aman, lantaran pendapatan nasional cukup besar. Hal itu tercermin dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai Rp 13.798 triliun. Menurutnya, untuk melihat besaran utang harus dilihat penghasilannya.
Dia menyebutkan rasio utang pemerintah terhadap PDB tercatat rendah yaitu 29,2 persen. Jumlah itu masih di bawah batas yang diizinkan Undang-Undang Keuangan Negara yaitu 60 persen Jumlah utang InÂdonesia berdasarkan rasio lebih rendah. DisebutkanÂnya, rasio utang Vietnam mencapai 63,4 persen, Thailand 41,8 persen, MaÂlaysia 52,7 persen, Brazil 81,2 persen, Nikaragua 35,1 persen, dan Irlandia 72,8 persen. ***
BERITA TERKAIT: