"Iya sekitar waktu tiga taÂhun untuk memulihkan kinerja keuangan," tutur Direktur PerÂencanaan Investasi dan ManajeÂmen Resiko PT Pertamina Gigih Prakoso di Jakarta, pekan lalu.
Menurutnya, tahap-tahap perbaikan kondisi keuangan bisa dipulihkan setelah seluruh proses holding migas kelar. Gigih juga mengatakan, setelah holding tentu perusahaannya memiliki kendali terhadap PGN. Untuk itu kondisi keuangan peÂrusahaan yang bergerak di sektor gas tersebut perlu dibereskan.
Dia mengungkapkan, Direktur Utama Pertamina juga telah menghitung masa pemulihan itu. "Tadi kan bapak Dirut bilÂang
recovery-nya butuh waktu paling tidak sekitar tiga tahun setelah terbentuk holding miÂgas," kata Gigih.
Untuk diketahui, dalam lima tahun terakhir, laba bersih PGN terus menurun. Berdasarkan laporan keuangan Tahun 2017, PGN menÂcatatkan laba bersih sebesar 143,15 juta dolar AS atau setara Rp 1,92 triliun. Padahal Tahun 2013, bisa mencapai level 845 juta dolar AS.
Menurut Gigih, Pertamina tenÂgah menyiapkan beberapa upaya untuk mengatasi masalah keuanÂgan tersebut. "Harus ada upaya besar, misalkan kami melihat kontrak-kontraknya, efisiensi, keÂnapa suplai turun, masalah harga, dan aset-asetnya," ujar dia.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga meyakini, aset Pertamina bakal bertambah sekitar Rp 78 triliun dari saham milik negara di PGN yang dialihkan ke Pertamina.
Namun lebih jauh terkait uruÂsan saham dalam holding menuÂrut Direktur Sumber Daya ManuÂsia Pertamina Nicke Widyawati yang paling kompeten menyebut angkanya adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Nicke menuturkan, setelah Pertamina mencaplok PGN maka secara otomatis PGN menÂjadi anak usaha Pertamina, yang ditangani langsung induk usaha. Dengan begitu, dapat dilakukan integrasi kegiatan operasi antar-perusahaan. "Secara hukumnya, anak perusahaan itu berada di bawah Pertamina," ujar dia.
Kuatkan BUMNPerusahaan milik negara mesti dikuatkan untuk menjadi penÂdorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pengamat Ekonomi, Faisal Basri mengingatkan agar berhati-hati jika ingin menguatkan BUMN, jangan sampai niat bikin kuat tapi justru melemahkan. "BUMN apa pun itu punya misi, kehadirannya harus mendorong ekonomi, ada yang harus diubah yaitu tentang paradigma BUMN sebagai penghasil komoditi, menÂjadi sumber penghasil pendapatan negara pajak," jelasnya.
Dia menyebut kebijakan holdÂing BUMN migas jika merujuk ke negara lain yang telah lebih dulu melakukannya, maka yang menjadi induk biasanya perusaÂhaan BUMN yang paling kuat dari sisi keuangan.
Bekas Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini khawatir dengan dialihkannya saham PT PGN kepada PT Pertamina akan berpotensi menyusahkan PertamiÂna sehingga membuat lemah.
"Karena kalau melihat tugas yang sudah dijalankan Pertamina maka ke depan pekerjaan Pertamina bisa makin berat," katanya. ***
BERITA TERKAIT: