Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menangkap indikasi bahwa kelangkaan BBM preÂmium disebabkan meningkatnya permintaan. Banyak masyarakat kini beralih kembali mengÂgunakan premium sejak harga BBM non subsidi mengalami kenaikan.
"Banyak masyarakat sebeÂnarnya sudah beralih mengguÂnakan pertalite dan pertamax. Fenomena itu terjadi karena dulu selisihnya tidak banyak. Sekarang disparitasnya tinggi. Mereka balik lagi menggunakan premium," kata Tulus kepada
Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.
Di tengah permintaan yang tinggi, lanjut Tulus, sementara pasokan BBM premium kini lebih sedikit dibandingkan beÂberapa tahun lalu, makanya terjadi kekosongan.
Tulus menuturkan, masalah ini tidak bisa hanya dibebankan ke Pertamina. Karena, pasokan premium diatur oleh PemerinÂtah. Untuk penambahan kuota, Pertamina harus koordinasi dulu dengan pemerintah.
"Kalau Pertamina kan maunya hanya menjual Pertamax dan Pertalite karena untungnya lebih besar," cetusnya.
Soal SPBU enggan menjual premium, menurut Tulus, hal tersebut harus terlebih dahulu melihat perjanjian kerja sama antara Pertamina dengan pengusaha SPBU.
"Kalau penugasan negara, Pertamina harus laksanakan. PerÂtamina harus mewajibkan SPBU menjualnya walau untung kecil. Jangan sampai masyarakat kesuÂlitan dapat premium," ujarnya.
Tulus mengatakan, BBM jenis premium sebenarnya sudah tidak layak digunakan lagi untuk kebutuhan kendaraan. Karena, kendaraan sekarang memerlukan kualitas yang lebih baik. Hanya saja persoalannya, harga BBM dengan RON tinggi makin mahal. "Soal harga sensitif. Masyarakat lebih memilih BBM muÂrah walau berkualitas rendah," katanya.
Seperti diketahui, BBM jenis premium langka di sejumlah wilayah penugasan. BPH Migas menduga kelangkaan disebabÂkan dua hal. Pertama, Pertamina melakukan pengurangan pasokan dalam rangka menjaga kuota. Dan, kedua, banyak SPBU tidak lagi menjual premium.
Sementara itu, Pertamina membantah melakukan penguÂrangan pasokan. Mereka mengÂklaim tidak ada penurunan paÂsokan. Selain itu, distribusi berjalan normal. Jika Pertamina benar, maka sudah dipastikan kelangkaan premium disebabkan karena kenaikan permintaan.
Direktur
Institute for DeÂvelopment of Economics and Finance ( Indef) Enny Sri Hartati menyarankan, pemerintah mengevaluasi terjadinya kelangkaan BBM premium. Menurutnya, pemerintah harus mengkalkulasi lebih detail kebutuhan bahan bakar tersebut. Karena, keterseÂdiaan BBM premium diperluÂkan untuk menjaga stabilitas politik juga menjaga inflasi. "Ketersediaan premium diperÂlukan untuk menjaga daya beli masyarakat," ungkapnya.
Enny memproyeksi harga kebutuhan bahan pangan akan mengalami kenaikan jika BBM jenis premium sulit di dapatkan. Karena, transportasi angkutan kebanyakan minum premium dan BBM bersubsidi.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyarankan pemerintah untuk menggenjot sosialisasi, memberikan pemaÂhaman ke masyarakat kalau preÂmium bukan lagi BBM bersubÂsidi. Tujuannya agar masyarakat bisa memperlakukan premium seperti BBM non subsidi lainÂnya, seperti pertalite dan perÂtamax.
"Dengan sosialisasi ini diÂharapkan masyarakat di di luar Pulau Jawa, Madura dan Bali (Jamali) tidak mempersoalkan ketika premium sulit didapatkan di SPBU," kata Sofyano.
Selain itu, Sofyano mendorong para pengusaha SPBUbersuara, menerangkan ke publik kenapa lebih tertarik menjual Pertalite dibandingkan premium. DenÂgan demikian, Pertamina tidak dicurigai sebagai pihak yang melakukan pengurangan. ***
BERITA TERKAIT: