Menurutnya, kebijakan tersebut bisa menghidupÂkan kembali industri surimi (pengolahan ikan) yang sudah sekarat akibat kekurangan baÂhan baku.
"Pabrik surimi bisa bekerja (beroperasi) lagi. Kita mungkin baru bisa bekerja 2 sampai 3 minggu lagi, menunggu pasokan dari kapal nelayan," ungkap Budhi kepada
Rakyat Merdeka, baru-baru ini.
Budhi menuturkan, hidup mati industri surimi tergantung dari pasokan nelayan. Industri surimi membutuhkan beberapa jenis ikan antara lain seperti kuniran, kurisi, swangi dan bloso.
Seperti diketahui, belasan industri surimi nyaris guÂlung tikar. Mereka berhenti beroperasi sejak kebijakan larangan menggunakan cantrang berlaku sejak 1 Januari 2018. Karena, jenis ikan yang dibuÂtuhkan industri surimi hanya bisa didapatkan jika nelayan menggunakan alat tangkap cantrang.
Pemerintah akhirnya memberikan kelonggaran kepada nelayan, membolehkan mengÂgunakan alat tangkap tersebut di wilayah Pantai Utara Jawa setelah ribuan nelayan menggelar unjuk rasa di Istana Negara pada pekan lalu. Namun demikian, kelonggaran itu bersifat sementara.
Saat ditanya soal tawaran peÂmerintah agar industri melakuÂkan diversifikasi usaha, Budhi mengaku belum mau membaÂhasnya saat ini.
"Itu masih terlalu dini untuk dibahas karena saat ini fokus kami bagaimana menghidupkan lagi industri surimi," ungkapÂnya.
Namun demikian, dia meÂmastikan bila industri sudah berjalan normal, akan melakuÂkan pembahasan dan kajian tenÂtang tawaran pemerintah untuk melakukan pengembangan di daerah Indonesia Timur.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto berharap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencariÂkan solusi mengenai kebutuhan pasokan industri surimi jika nanti cantrang dilarang.
"Kami mendukung kebijakan pelarangan cantrang. Hanya saja, tentu kita harus pikirkan bagaimana industri surimi yang sudah eksis, sudah berinvestasi dan memberikan kontribusi juga mendapatkan perhatian bersama," ujarnya. ***
BERITA TERKAIT: