BI & BKPM Pede Tahun 2018 Ekonomi Indonesia Makin Baik

Kegiatan Bisnis Terpantau Mulai Menggeliat

Jumat, 03 November 2017, 08:00 WIB
BI & BKPM Pede Tahun 2018 Ekonomi Indonesia Makin Baik
Foto/Net
rmol news logo Prospek perekonomian Indonesia tahun depan dinilai cukup optimistis. Indikatornya, kegiatan usaha mulai menggeliat dan laju pertumbuhan ekonomi tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya.
 
Deputi Kepala Badan Koordi­nasi Penanaman Modal (BKPM) Tamba Hutapea menilai, pereko­nomian Indonesia mendapatkan kembali momentum pertum­buhan setelah pada triwulan I-2017 tumbuh 5,01 persen.

"Pertumbuhan pada triwu­lan I-2017 adalah yang tertinggi dibandingkan dengan triwulan I -2015 maupun 2016. Ini tentu semakin menguatkan optimisme akan perbaikan ekonomi ke depan­nya," ungkap Tamba dalam acara Breakfast Meeting dengan tema Prospek Ekonomi Indonesia 2018, yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Hotel Aryaduta Jakarta, kemarin.

Selain laju pertumbuhan, Tamba memandang cerah prospek perekonomian Indonesia 2018 merujuk dari kinerja sektor per­tanian, kehutanan, dan perikanan yang menempati pertumbuhan tertinggi. Hal tersebut, menu­rutnya, sangat jauh berbeda dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya di mana pertumbu­han ketiga sektor itu masih di bawah sektor ekonomi lainnya.

Indikator lain, dipaparkan Tamba, perbaikan pertumbuhan sektor Industri dibandingkan triwulan IV-2016. Meskipun demikian, pertumbuhan sektor industri masih rendah diband­ingkan dengan tahun 2015 mau­pun triwulan I dan III-2016.

"Pertumbuhan ekonomi tidak mampu memberikan akselerasi jika pertumbuhan sektor industri kurang optimal," ujarnya.

Selain Tamba, acara ini di­hadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh San­toso, dan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani.

Gubernur BI Agus Martowar­dojo juga memiliki optimisme yang sama. Menurutnya, jika dilihat dari data inflasi yang dikeluarkan Badan Pusat Statis­tik (BPS), masih sejalan dengan target pemerintah. Selain itu, dari sisi pertumbuhan kredit, beberapa sektor usaha terpantau mulai menggeliat. Antara lain, sektor komoditas, konstruksi, sektor makanan dan minuman (mamin), dan pakaian.

"Walaupun, sudah ada beber­apa sektor usaha yang mencatat­kan perbaikan untuk permintaan kredit. Namun, jika dilihat se­cara keseluruhan pertumbuhan kredit perbankan sampai kuartal III-2017 masih belum sentuh dua digit," ungkapnya.

Menurut Agus, pertumbuhan kredit masih naik satu digit dis­ebabkan banyak faktor. Antara lain, konsolidasi pada korporasi dan perbankan masih berlan­jut. Hal itu menyebabkan per­mintaan kredit dari korporasi swasta masih rendah. Selain itu, perbankan lebih hati-hati mem­berikan kredit karena melihat ada portofolio kredit bermasalah yang harus disehatkan dulu.

BUMN Atur Cashflow


Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memaparkan pemicu pertumbuhan kredit be­lum seperti yang diharapkan.

Wimboh menerangkan, ta­hun lalu pertumbuhan kredit diproyeksikan mencapai 13 persen. Pada Juni lalu, perbank­an merevisi ke bawah menjadi 11 persen. Namun, jika dilihat sampai September, pertumbuhan kredit perbankan masih rendah, yakni sebesar 7,86 persen.

Selain itu, lanjut Wimboh, kinerja intermediasi perbankan pada akhir kuarta III-2017 juga lebih lambat bila dibandingkan dengan pertum­buhan Agustus 8,26 persen.

Wimboh mengatakan, pihaknya telah melakukan pengece­kan ke para bankir untuk men­gungkap kondisi riil penyebab turunnya kredit tersebut. "Be­berapa bulan terakhir ternyata beberapa BUMN seperti PLN, Pertamina dan Bulog menurunk­kan balance kreditnya di bank karena realisisi utang subsidinya dari pemerintah sudah dibayar. Jadi untuk mengurangi beban, kredit di perbankan sudah ditu­runkan," jelasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA