Deputi Kepala Badan KoordiÂnasi Penanaman Modal (BKPM) Tamba Hutapea menilai, perekoÂnomian Indonesia mendapatkan kembali momentum pertumÂbuhan setelah pada triwulan I-2017 tumbuh 5,01 persen.
"Pertumbuhan pada triwuÂlan I-2017 adalah yang tertinggi dibandingkan dengan triwulan I -2015 maupun 2016. Ini tentu semakin menguatkan optimisme akan perbaikan ekonomi ke depanÂnya," ungkap Tamba dalam acara Breakfast Meeting dengan tema Prospek Ekonomi Indonesia 2018, yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Hotel Aryaduta Jakarta, kemarin.
Selain laju pertumbuhan, Tamba memandang cerah prospek perekonomian Indonesia 2018 merujuk dari kinerja sektor perÂtanian, kehutanan, dan perikanan yang menempati pertumbuhan tertinggi. Hal tersebut, menuÂrutnya, sangat jauh berbeda dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya di mana pertumbuÂhan ketiga sektor itu masih di bawah sektor ekonomi lainnya.
Indikator lain, dipaparkan Tamba, perbaikan pertumbuhan sektor Industri dibandingkan triwulan IV-2016. Meskipun demikian, pertumbuhan sektor industri masih rendah dibandÂingkan dengan tahun 2015 mauÂpun triwulan I dan III-2016.
"Pertumbuhan ekonomi tidak mampu memberikan akselerasi jika pertumbuhan sektor industri kurang optimal," ujarnya.
Selain Tamba, acara ini diÂhadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh SanÂtoso, dan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani.
Gubernur BI Agus MartowarÂdojo juga memiliki optimisme yang sama. Menurutnya, jika dilihat dari data inflasi yang dikeluarkan Badan Pusat StatisÂtik (BPS), masih sejalan dengan target pemerintah. Selain itu, dari sisi pertumbuhan kredit, beberapa sektor usaha terpantau mulai menggeliat. Antara lain, sektor komoditas, konstruksi, sektor makanan dan minuman (mamin), dan pakaian.
"Walaupun, sudah ada beberÂapa sektor usaha yang mencatatÂkan perbaikan untuk permintaan kredit. Namun, jika dilihat seÂcara keseluruhan pertumbuhan kredit perbankan sampai kuartal III-2017 masih belum sentuh dua digit," ungkapnya.
Menurut Agus, pertumbuhan kredit masih naik satu digit disÂebabkan banyak faktor. Antara lain, konsolidasi pada korporasi dan perbankan masih berlanÂjut. Hal itu menyebabkan perÂmintaan kredit dari korporasi swasta masih rendah. Selain itu, perbankan lebih hati-hati memÂberikan kredit karena melihat ada portofolio kredit bermasalah yang harus disehatkan dulu.
BUMN Atur Cashflow Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memaparkan pemicu pertumbuhan kredit beÂlum seperti yang diharapkan.
Wimboh menerangkan, taÂhun lalu pertumbuhan kredit diproyeksikan mencapai 13 persen. Pada Juni lalu, perbankÂan merevisi ke bawah menjadi 11 persen. Namun, jika dilihat sampai September, pertumbuhan kredit perbankan masih rendah, yakni sebesar 7,86 persen.
Selain itu, lanjut Wimboh, kinerja intermediasi perbankan pada akhir kuarta III-2017 juga lebih lambat bila dibandingkan dengan pertumÂbuhan Agustus 8,26 persen.
Wimboh mengatakan, pihaknya telah melakukan pengeceÂkan ke para bankir untuk menÂgungkap kondisi riil penyebab turunnya kredit tersebut. "BeÂberapa bulan terakhir ternyata beberapa BUMN seperti PLN, Pertamina dan Bulog menurunkÂkan balance kreditnya di bank karena realisisi utang subsidinya dari pemerintah sudah dibayar. Jadi untuk mengurangi beban, kredit di perbankan sudah dituÂrunkan," jelasnya. ***
BERITA TERKAIT: