Wapres: Urusan Cabe Bisa Goyang Pemerintah

Masalah Pangan Sering Kali Disepelekan

Selasa, 31 Oktober 2017, 10:36 WIB
Wapres: Urusan Cabe Bisa Goyang Pemerintah
Jusuf Kalla/Net
rmol news logo Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas dan kecukupan pangan. Persoalan tersebut cukup sensitif dan bisa menggoyang serta menurunkan pemerintahan yang sah.

JK menilai, masalah pangan tidak hanya menyangkut urusan kebutuhan dasar. Na­mun, rentan berkembang men­jadi masalah politik. Jika ada masalah pangan dan tidak bisa ditemukan solusinya, persoalan itu bisa menggoyang sebuah pemerintahan.

"Di Indonesia sendiri terjadi, urusan cabe menggoncangkan pemerintah. Mungkin satu-satunya (Indonesia) di dunia ini diguncang karena masalah cabe. Tak hanya di sini, di India dan di negara lain juga pernah kejadian. Pernah kabinet jatuh gara-gara masalah bawang," ungkap JK saat membuka Asia- Pacific Food Forum, di Jakarta, kemarin.

JK mengatakan, masalah pangan sering kali disepelekan. Padahal, pangan urusan penting. Jika kebutuhan itu tidak bisa dipenuhi, bisa menimbul­kan masalah rumah tangga, masalah selera, dan dapat men­jadi masalah politik.

JK menyarankan beberapa alternatif bagaimana cara meningkatkan produksi dan kualitas pangan dalam negeri. Antara lain, melibatkan ilmuwan untuk meningkatkan produktivitas pangan. Kemudian, perlu didukung industri agar penge­masan pangan itu menjadi hal-hal yang sehat dan memenuhi syarat. Dan, kerja sama dengan dunia internasional untuk me­menuhi kebutuhan tersebut.

"Tantangan kita tentu ba­gaimana meningkatan teknologi di bidang pangan. Apakah bioteknya atau bioengineering - nya, bagaimana caranya. Semua tergantung kita," tuturnya.

Selain itu, menurut JK, per­masalah pemenuhan kebutuhan pangan sangat terkait dengan pola makan di suatu wilayah. Misalnya, ada beberapa wilayah yang menyediakan pangan berlebihan. Sayangnya, hal tersebut mubazir karena sisanya dibuang begitu saja.

Untuk menghadapi masalah seperti itu, JK menyarankan agar mempertimbangkan kebijakan yang pernah diambil Afrika.

"Afrika mengatasi masalah itu dengan mengecilkan piring, ini cara supaya tidak buang-buang makanan. Sehingga mungkin pemerintah bikin Keputusan Presiden (Keppres) berapa be­sar piring yang bisa dipakai biar makanan nggak mubazir," ujarnya.

JK memandang, saat ini tan­tangan berat pemenuhan ke­butuhan pangan adalah pada persoalan lahan. Kepentingan pertanian berhadapan den­gan pemenuhan kebutuhan perumahan dan industri. Hal ini merupakan dampak dari peningkatan jumlah penduduk.

Menurutnya, rata-rata lahan pertanian secara global yang dikonversi menjadi lahan indus­tri dan perumahan sebesar 1,5 persen. Sementara pertumbuhan penduduk juga mencapai 1,5 persen per tahunnya.

"Bagaimana memenuhi pangan pada saat kita juga butuh rumah dan industri? Bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-hari di saat untuk memenuhi kebutuhan lain juga sangat tinggi? Setidaknya, untuk sustainability di Indonesia dan di negara lain setiap tahun harus ada peningkatan produktivitas di atas 3 persen," ungkapnya.

Menteri Koordinator Bi­dang Pembangunan Manu­sia dan Kebudayaan Puan Maharani menyambut gembira terselenggaranya Asia-Pacific Food Forum. Menurutnya, inisiatif Indonesia membahas sistem pangan dunia yang berkelanjutan merupakan langkah yang tepat.

"Dunia menghadapi tantangan berat untuk dapat secara berkelanjutan memberi makan kepada seluruh populasi dunia yang diperkirakan berjumlah 9 miliar pada 2050. Angka ini meningkat 18 persen dari jumlah populasi dunia saat ini, yaitu 7,6 miliar penduduk," beber Puan.

Mengutip data Food and Agriculture Organization (FAO), Puan menyebutkan 723 juta orang di dunia saat ini menderita kelaparan kronis. Sebanyak 490 juta jiwa di antaranya hidup di kawasan Asia Pasifik.

Namun, dalam upaya men­cukupi kebutuhan pangan, ma­nusia juga menjadi penyebab kerusakannya. Untuk itu, In­donesia mendorong perbaikan sistem pangan dunia yang harus memperhatikan aspek berkelan­jutan.

"Indonesia menjadi negara Asia Pasifik pertama yang mengambil langkah awal dalam membangun dialog dan kerja sama antara pemangku kepentingan di ka­wasan Asia Pasifik. Ini penting guna melakukan terobosan dalam sistem pangan berkelanjutan," kata Puan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA