Direktur Utama BRI Suprajarto menjelaskan, sebenarnya tuntutan para pensiunan tersebut sudah ada sejak 2012, ketika jabatan DirekÂtur Utama dipegang oleh Sofyan Basir. Hal itu kemudian berlanjut lagi di 2016. Dan kemudian saat BRI menggelar Rapat Umum PeÂmegang Saham Luar Biasa, Rabu (18/10), para pensiunan melakuÂkan demo menuntut hal yang sama. Suprajarto menduga aksi tersebut dilancarkan karena BRI baru dipimpin Suprajarto sejak Maret tahun ini. Sehingga mereka beruÂsaha mengadukan masalah mereka kepada Dirut yang baru.
"Tapi saat ini, seluruh perÂmasalahan tersebut sudah selesai dan sudah ada keputusan yang berkekuatan hukum. SebelÂumnya mereka sudah gugat ke pengadilan, ke Ombusdman, dan pusat tenaga kerja, termasuk ke yang lain. Kan selama ini mereka nggak berhasil. Intinya, (tuntutan) itu tidak ada dasar sebenarnya untuk kami bayarÂkan. Justru kalau kami bayar, kami yang melanggar undang-undang," kata Suprajarto saat ditemui
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Ia juga mengklaim, BRI selaku perusahaan BUMN terkemuka di Indonesia telah memberikan hak-hak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Terkait dengan hak-hak pekerja BRI yang memasuki usia pensiun, BRI telah melakÂsanakan sesuai dengan amanat pasal 167 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003. Di situ ditulis bahwa perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan perhitungan atau perbandingan antara besaran ManÂfaat Pensiun yang iurannya atau preminya dibayar oleh perusahaan dengan pembayaran pesangon.
Corporate Secretary BRI Hari Siaga Amijarso menambahkan, terhadap kewajiban tersebut di atas, BRI telah mengeluarÂkan ketentuan internal tentang Penyelesaian Kewajiban PeruÂsahaan Terhadap Pekerja BRI yang berakhir hubungan kerja karena memasuki usia pensiun, sebagai implementasi UU No 13 Tahun 2003 Tentang KetenaÂgakerjaan.
"Dari hasil perhitungan sebaÂgaimana disebut di atas, apabila jumlah manfaat pensiun yang diterima lebih kecil dari peÂsangon, maka selisih kekuranÂgannya akan dibayarkan BRI. Jika terjadi sebaliknya, yaitu jumlah Manfaat Pensiun yang diterima lebih besar dari PesanÂgon, maka kelebihan tersebut tidak perlu dikembalikan oleh para pensiunan, dan merupakan penghargaan perusahaan kepada pensiunan BRI," tuturnya.
Selain itu, sambung Hari, dalam rangka mengapresiasi dan bentuk penghargaan terhÂadap para pensiunan, BRIjuga telah memberikan peningkatan kesejahteraan melalui berbagai program kesejahteraan lainnya.
Terhadap kondisi yang ada saat ini, sambung dia, manajeÂmen BRI telah beberapa kali membuka kesempatan untuk berkomunikasi dengan perwakiÂlan pensiunan. Namun demikian, hingga kini belum ada titik temu. Sehingga penyelesaiannya diterÂuskan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagai lembaga yang kompeten dan berwenang.
Tuntutan pembayaran pesanÂgon oleh sebagian pensiunan BRI pada dasarnya telah diajuÂkan, baik melalui jalur PengaÂdilan maupun non Pengadilan, dan upaya ini telah mendapat putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Putusan dari Pengadilan Hubungan Industrial Medan dan dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung RInomor: 568 K/Pdt.sus/2009 yang isi putusannya menolak gugatan pensiunan BRI seluruhnya.
Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan c.q. Dirjen PHI & Jamsos sudah mengeluarkan Surat Anjuran No.B.354/PHIJSK/ PPHI/XII/2015 sebagai solusi penyelesaian tuntutan Pensiunan BRI, dengan kesimpulan bahwa pelaksanaan kewajiban BRIatas penyelesaian hak-hak Pekerja BRI yang berakhir hubungan kerjanya karena memasuki usia pensiun, telah sesuai dengan keÂtentuan UU No. 13 tahun 2003, dan bahwa Para Pensiunan BRI tidak berhak atas Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak.
Tak hanya itu, kata Hari, anjuran yang sama juga telah dikeluarkan oleh Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah, LamÂpung, Sulawesi Selatan dan Yogyakarta yang intinya sama, berisi bahwa pelaksanaan kewaÂjiban BRI terhadap Pekerja BRI yang berakhir hubungan kerja karena memasuki usia pensiun telah sesuai dengan ketentuan UU No 13 tahun 2003.
Sebelumnya, Organisasi AdÂvokasi Nasional Pensiunan BRI (ANPBRI) menyatakan akan menyomasi direktur utama BRIkarena pesangon mereka belum dibayarkan sampai saat ini.
Ketua ANPBRI Anjar menilai, pesangon untuk pekerja yang di PHK karena Usia Pensiun Normal telah diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 167, Ayat 3, dan Penjelasannya, berlaku sejak diundangkan, yaitu pada 25 Maret 2003.
Namun, sejak diberlakukanÂnya UU Nomor 13/2003 tersebut, lanjut Anjar, BRI belum pernah melaksanakannya. Kemudian BRI menerbitkan Surat KepuÂtusan No.S.883 Tahun 2012, yang berisi Rumus perhitungan Kompensasi yang bertentangan dengan rumus perhitungan pada UU 13/2003, Pasal 167, Ayat 3, dan Penjelasannya. ***
BERITA TERKAIT: