Ketua Umum Organda AdriÂanto Djokosoetono mengaÂtakan, pihakny masih mengkaji keputusan MA yang mencabut sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang PenyelengÂgaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. "DPP (DeÂwan Pimpinan Pusat) Organda masih mempelajari keputusan MA tersebut," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Ketua Organda DKI ShafruÂhan Sinungan mengaku kecewa dengan putusan MA tersebut. Sebab, keputusan itu justru akan semakin meningkatkan jumlah angkutan online ilegal. DampakÂnya, tentu akan dirasakan oleh angkutan resmi.
"Buat kami putusan ini menimÂbulkan keprihatinan," ujarnya keÂpada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut dia, ada beberapa hal yang membuat Organda prihatin atas putusan MA tersebut. Sebab, MA mencabut pasal-pasal utama, mulai dari pasal penyelenggara angkutan online harus berbadan hukum, pengaturan tarif, dan kuota angkutan online.
"Kasihan kendaraan online yang sudah memiliki izin. SeÂmentara yang belum akan menÂjadi angkutan liar dan ilegal. Ini yang membahayakan," katanya.
Padahal, kata dia, sebelumnya Organda mengapresiasi keluarnya Permenhub 26 karena bisa menÂgurangi jumlah angkutan online ilegal. Sebab, dengan maraknya angkutan online ilegal berdampak pada banyaknya koperasi angkuÂtan resmi yang gulung tikar.
"90 persen pengusaha angÂkutan resmi di Indonesia benÂtuknya koperasi. Dan Koperasi itu bagian dari usaha kecil dan menengah," tambah Shafruhun.
Seharusnya, menurut dia, MA tidak membatalkan pasal-pasal yang tidak bertentangan dan sudah diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Lalu Lintas Dan AngÂkutan Jalan. "Kalau belum diatur dan bertentangn dengan undang-undang tidak masalah dicabut. Kalau sesuai undang-undang jangan," tuturnya.
Dia menambahkan, dalam waktu dekat Organda akan memÂberikan kajian dan masukan terkait dengan putusan MA membatalkan sejumlah pasal dalam Permenhub 26.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta Organda tidak mengambil sikap tertentu setelah MA mencabut sejumlah pasal di Permenhub 26. Apalagi, Permenhub Nomor 26 Tahun 2017, masih berlaku hingga tiga bulan ke depan.
Untuk diketahui, sebelumnya MA mengabulkan uji materi yang diajukan enam driver taksi online terhadap sejumlah pasal dalam Permenhub 26. Dalam putusannya, lembaga peradilan tersebut memerÂintahkan Menhub untuk mencabut sejumlah ketentuan yang tercantum dalam Permenhub 26.
Alasannya, beberapa ketentuan dalam Permenhub bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang tentang Usaha Kecil, Mikro, dan MeÂnengah serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). MA juga menilai ketenÂtuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Keputusan itu sendiri diambil dalam rapat permusyawaratan MA pada 20 Juni 2017.
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materil dari para pemohon Sutarno, Endru Valianto Nugroho, Lie Herman Susanto, Iwanto, Johanes Bayu Sarwo Aji, dan Antonius Handoyo," demikiÂan putusan MA itu seperti dikutip laman putusan
Mahkamahagung. go.id, kemarin.
Dalam putusannya, MA memÂbatalkan, Pasal 5 ayat 1 huruf e, pasal 19 ayat 2 huuruf f dan ayat 3 huruf e, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 huruf a, Pasal 30 huruf b, Pasal 35 ayat 9 huruf a angka 2 dan ayat 10 huruf a angka 3, pasal 36 ayat 4 huruf c, Pasal 37 ayat 4 huruf c, Pasal 38 ayat 9 huruf a angka 2 dan Pasal 44 ayat 10 huruf a angka 2 dan ayat 11 huruf a angka 2, Pasal 51 ayat 3, dan Pasal 66 ayat 4. Pasal-pasal tersebut antara lain mengatur soal penetapan tarif batas atas dan bawah atas usulan kepala daerah, badan hukum, syarat kendaraan, dan daerah operasional. ***
BERITA TERKAIT: