Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito SulisÂtio merinci, dari total 23 perusaÂhaan, 14 perusahaan merupakan swasta. "Ada 14 lagi, yang suÂdah di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ujarnya di Gedung BEI Jakarta, kemarin.
Sementara sisanya, kata Tito, 9 perusahaan merupakan anak usaha BUMN. Namun, perusaÂhaan tersebut hingga kini belum melapor ke OJK maupun BEI. "Ke kita (BEI) pun belum, tapi sudah proses. Tapi rata-rata rapi," kata dia.
Tito mengatakan, saat ini semakin banyak perusahaan berinisiatif untuk melakukan IPO. "Yang sekarang datang tiap hari. Lebih 140 yang mini expose banyak banget. Datanya Pak Samsul (Direktur Penilaian Perusahaan). Saya lupa angÂkanya," ungkapnya.
Ia menegaskan, BEI akan terus berupaya menambah emiten baru di pasar modal. Namun di satu sisi, kata Tito, BEI juga bakal melakukan bersih-bersih terhÂadap emiten yang bermasalah.
Ia mengatakan, setidaknya ada 2 perusahaan yang tengah di perhatikan oleh BEI. Kedua peÂrusahaan tercatat itu berpotensi dihapus dari papan perdagangan atau delisting.
"Enggak banyak, kalau ngÂgak punya niat baik cuma 1-2 emiten. Tapi memang bisnisnya lagi turun mau diapain. Kita beri kesempatan kalau enggak ada niat baik kita akan force delistÂing," tuturnya.
Sayangnya Tito enggan meÂnyebutkan nama dari 2 emiten yang dimaksud. Namun sudah dipastikan kedua perusahaan tersebut sudah disuspensi miniÂmal selama 2 tahun.
Tito menjelaskan, selain miniÂmal disuspensi selama 2 tahun, emiten yang berpotensi di-delisting di antaranya tidak menÂgumumkan laporan keuangan. Selain itu, emiten juga terancam delisting jika tidak membayar
listing fee serta tidak pernah melakukan paparan publik (
pubÂlic expose).
"Kalau sudah tidak jalan lagi lebih baik delisting saja deh. Kalau ternyata utangnya banyak, enggak punya niatan baik, ya sudah mau diapain. Kalau nggak kita tetap bantu mereka gimana caranya," tambahnya.
Kendati begitu BEI masih memberikan kesempatan bagi emiten yang berpotensi delisting untuk memperbaiki diri. Namun jika ada emiten yang berbuat kesalahan maka akan di-
force delisting."Ada macam-macam, bisa
force delisting kalau membuat kesalahan. Lalu 2 tahun enggak laporan keuangan bisa delisting. Tapi bisa saja
volunteer dengan cara disetujui oleh shareholder-nya dan itu enggak gampang bisa setahun dua tahun," tanÂdasnya.
Sementara Deputi Bidang Restrukturisasi dan PengembanÂgan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro menampik sejumlah kekhawatiran yang muncul jika anak usaha BUMN melakukan IPO. "Katanya laba dan dividen ke induk usaha tuÂrun. Itu tidak benar," ujarnya.
Dia menerangkan, dengan 100 persen saham dimiliki induk maka dividen yang diterima 100 persen. Begitu pula jika sebagian saham dimiliki oleh publik. Maka, dividen yang diterima sesuai dengan kepemiÂlikan BUMN.
Untuk diketahui tahun lalu, jumÂlah perusahaan yang IPO di bursa mencapai 16 perusahaan. ***
BERITA TERKAIT: