Puluhan pekerja PT Freeport Indonesia yang tergabung daÂlam Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) menggelar demonstrasi di depan Kementerian ESDM, Jalan MH Thamrin, Jakarta, kemarin.
Sebagian dari mereka mengenakan rompi dan helm kerja, sementara sebagian lagi menÂgenakan pakaian tradisional Papua. Dalam aksi yang diiringi tari-tari tradisional Papua ini, mereka juga membawa sejumlah spanduk. Di antaranya bertulisÂkan '32 Ribu Karyawan Freeport Terancam Menganggur', 'Gajah di ESDM, Sapi di Papua', dan 'Pak Jokowi Torang Juga Pilih Ko Jadi Presiden Baru, Kenapa Ko Bikin Torang Susah??'.
Juru bicara Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF), Virgo Solossa mengatakan, kebijakan pemerintah dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 1 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara beserta turunanÂnya membuat Freeport tidak bisa mengekspor konsentrat. "Aturan tersebut mengakibatkan Freeport terpaksa menghentikan ekspor konsentratnya sejak 19 Januari 2017," katanya, di sela-sela aksi.
Para pekerja berharap poleÂmik antara kedua belah pihak itu segera diselesaikan. Apalagi mereka saat ini terancam terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pengurangan kegÂiatan operasi perusahaan.
Menurut Virgo, saat ini terdapat 33.452 pekerja di PT Freeport yang merupakan pekerÂja langsung dan kontraktor. Jumlah pekerja asingnya hanya 175 orang atau 1,44 persen. Sementara pekerja langsung di Freeport berjumlah 12.184 pekerja. Sebanyak 7.652 pekerja atau 62,8 persen bukan berasal dari Papua dan 4.357 pekerja atau 35,76 persen asli Papua.
"Kami berharap pemerintah segera menyelesaikan perundingan bersama PT Freeport Indonesia, agar perusahaan dapat kembali beroperasi secara normal, dengan mengacu pada kesepakatan kedua belah pihak," ujarnya.
Sekretaris Umum Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPKEP SPSI), Subiyanto mengatakan, aksi para pekerja PT Freeport tersebut merupakan sikap pribÂadi. "Sikap dari organisasi kami adalah kami mendorong agar PT Freeport mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia," katanya kepada
Rakyat Merdeka. Pihaknya mendesak kepada perusahaan berupaya semakÂsimal mungkin agar tidak ada PHK. Dia mengaku sudah meÂnyurati Presiden Jokowi agar masalah Freeport ini segera disÂelesaikan demi menjamin kepasÂtian kerja bagi para pekerja.
Subiyanto menyatakan pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan Komisi IX DPR terkait nasib pekerja PT Freeport. "Sudah 2.000 pekerja yang dirumahkan, kita juga suÂdah perintahkan Dewan Pengurus Cabang (DPC) SPKEP SPSI Kabupaten Mimika untuk beÂrunding agar upah pekerja tetap dibayarkan," terangnya.
Sementara itu, sebanyak 309 pekerja PT Smelting, anak peÂrusahaan PT Freeport yang bergerak di bidang pengolaÂhan konsentrat, di-PHK sepihak oleh perusahaan. Ketua Serikat Pekerja Logam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPL FSPMI) PT Smelting, Zainal Arifin menuturkan, perusahaan yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur, itu merupakan satu-satunya pabrik di Indonesia yang mengolah hasil tambang PT Freeport. "Dulu kita bisa mengolah 90 ton konsentrat per jam. Sekarang sudah 140 ton per jam. Per tahunnya kita bisa menghasilkan 300.000 ton lemÂpeng tembaga," ujarnya.
Meski demikian, nasib pekerja malah semakin sulit. Sejak April 2016 lalu, pihak perusahaan melakukan diskriminasi terkait upah pekerja. Zainal menuturkan untuk pekerja golongan Isampai IV, kenaikan gaji pada 2016 hanÂya 5 persen. Sementara pekerja golongan V dan VImendapat kenaikan gaji 170 persen.
"Ini tidak sesuai kesepakatan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Berbagai upaya sudah ditempuh hingga mengadu ke Disnaker Kabupaten Gresik, namun tidak ada hasil. Makanya kami melakukan mogok kerja sesuai ketentuan yang berlaku," katanya. ***
BERITA TERKAIT: