Usaha Panas Bumi Semakin Tidak Pasti, Jokowi Diminta Turun Tangan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 14 Februari 2017, 00:09 WIB
rmol news logo Usaha pengelolaan panas bumi (geothermal) di Indonesia mengalami ketidakpastian luar biasa, setelah majelis hakim menolak eksepsi PT Geo Dipa Energi (persero). Karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta bertindak tegas dan turun tangan untuk menangani masalah.

"Hal ini akan menjadi preseden yang sangat buruk bagi usaha panas bumi di Indonesia. Akibatnya juga sangat fatal karena dipastikan akan menghambat program listrik pemerintah," kata Lia Alizia selaku kuasa hukum Geo Dipa kepada wartawan di Jakarta, Senin (13/2).

Lia didampingi Heru Mardijarto, Yusfa Perdana SH, dan Rudy Andreas H. Sitorus dari Kantor Hukum Makarim & Taira S. memberikan respon atas penolakan majelis hakim atas nota keberatan atau eksepsi yang diajukan terdakwa dan kuasa hukum.

"Presiden Jokowi harus menyelamatkan bisnis yang menyedot modal triliunan rupiah ini. Kalau dikriminalisasi terhadap BUMN Geo Dipa dibiarkan maka modus yang sama bisa juga menimpa PT Pertamina Geothermal Energi yang memiliki  14 wilayah pengusahaan panas bumi di Indonesia," jelasnya.

Menurut Lia, kliennya dituduh telah melakukan penipuan karena dianggap tidak menyerahkan bukti kepemilikan izin konsesi kepada PT Bumigas sehingga menimbulkan kerugian terhadap perusahaan itu.

"Padahal, dalam konteks hukum panas bumi di Indonesia, istilah izin konsesi tidak dikenal. Melainkan dikenal kuasa pengusahaan," bebernya.

Geo Dipa sendiri memperoleh hak pengelolaan untuk mengelola panas bumi Dieng dan Patuha dari PT Pertamina (Persero) selaku pemegang kuasa pengusahaan panas bumi yang diberikan pemerintah.

"Dengan tetap berlangsungnya perkara ini tentu saja menjadi suatu bentuk kriminalisasi terhadap klien kami," ujar Lia.

Apabila hak pengelolaan Geo Dipa tidak diakui maka hak pengelolaan PT Pertamina Geothermal Energi untuk 14 wilayah pengusahaan panas bumi yang memiliki izin sangat identik dengan izin pengusahaan sumber daya panas bumi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng dan Patuha yang dikelola Geo Dipa juga akan menjadi tidak diakui dan ilegal.

Selain itu, apabila kriminalisasi tanpa dasar tersebut dibiarkan dan dikuatkan oleh putusan pengadilan maka bukan tidak mungkin seluruh direksi, dewan komisaris serta pemegang saham Geo Dipa dan PT Pertamina Geothermal Energi dapat dilaporkan pidana oleh pihak lain yang bermaksud merebut dan mengambil wilayah pengusahaan panas bumi secara melawan hukum.

"Hal ini tentu saja sangat aneh dan mengganggu iklim usaha panas bumi di Indonesia yang saat ini sedang didorong dan sudah menjadi program pemerintah," jelas Lia.

Terlebih, proyek PLTP Dieng dan PLTP Patuha yang dikelola Geo Dipa termasuk dalam program pemerintah untuk ketahanan energi listrik 35.000 Megawatt. Sebagaimana diinstruksikan Presiden Jokowi dan saat ini telah ditetapkan sebagai salah satu objek vital nasional.

Lia menambahkan, melihat adanya kriminalisasi dan kejanggalan hukum, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial dan institusi terkait guna memantau dan mengawasi proses persidangan. Menurutnya, sejumlah pelanggaran hukum dan prosedur yang dilakukan penuntut umum dan penyidik kepolisian dalam proses pemeriksaan perkara seperti yang telah uraikan dalam eksepsi.

"Berdasarkan bukti dan fakta hukum yang telah disampaikan, surat dakwaan penuntut umum terkesan dipaksakan. Karena perkara ini sesungguhnya murni merupakan sengketa kontrak di lingkup perdata, dan sama sekali bukan atau tidak termasuk ke dalam ranah hukum pidana," tegasnya. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA