Rencananya, sembilan PG yang dibangun pada zaman Belanda akan ditutup Menteri Rini Soemarno. Tiga PG di wilayah PT Perkebunan NusanÂtara (PTPN) X Persero, yakni PG Watoetoelis, PG Toelangan, dan PG Meritjaan. Serta enam PG di wilayah PTPN XI Persero, yaitu PG Poerwodadie, PG Redjosarie, PG Kanigoro, PG Wringinanom, PG Olean, dan PG Pandjie.
Soekarwo menyabut, perÂmasalahan PG tidak hanya seÂmata-mata terkait efisiensi dan produktivitas usaha BUMN saja, melainkan juga menyangkut keÂpentingan masyarakat disekitar area kerja pabrik tersebut dan banyak pihak lainnya.
"Sebelumnya Gubernur belum diajak bicara terkait hal ini. Tapi Bu Menteri sudah mengkomuÂnikasikannya, ini merupakan satu
exit policy yang bagus," kata gubernur yang akrab diÂpanggil Pak De Karwo itu.
Pak Dengan Karwo menyebut, jika penutupan sembilan PG jadi dilakukan, maka dampakÂnya akan luar biasa bagi Jatim. Antara lain, kerugian finansial, yakni hilangnya lahan tebu petani sebesar 27.848 hektar (sekitar 13,9 persen) dari total 200.000 hektar lahan tebu di Jatim.
Kepala Dinas Perkebunan Jatim Samsul Arifien menamÂbahkan, penutupan ini juga akan mengganggu roda perekoÂnomian, khususnya di wilayah pedesaan. Karena investasi yang dikeluarkan masyarakat untuk lahan tebu sebesar Rp 38,1 juta per hektarnya. Sehingga total kerugian untuk 27.848 hektar mencapai Rp 1,06 triliun.
"Selain itu, produksi gula per musim giling juga akan hilang sebeÂsar 147.301 ton. Ini lebih 12 persen dari total produksi gula di Jatim sebesar 1,2 juta ton," bebernya.
Ia melanjutkan, dampak lain yang mungkin timbul adalah hilangnya pekerjaan sebanyak 1,795 juta orang tenaga kerja yang terlibat agrobis tebu di semÂbilan PG yang akan ditutup.
Menanggapi hal ini, Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan, pihaknya akan melibatkan Pemprov Jatim untuk membahas rencana peÂnutupan sembilan PG tersebut.
"Nanti PTPN akan melapor ke Pak Gubernur, kita memang belum bilang ke Pemprov karÂena hingga saat ini masih terus membahas pemetaan rencana penutupan PG yang usianya suÂdah lebih 100 tahun dan dinilai tidak efisien," kata Rini.
Jika pabrik yang rencananya ditutup tersebut dinilai masih cuÂkup baik, akan dilakukan direviÂtalisasi agar kualitas produknya lebih baik dan efisien.
"15 Januari nanti, PTPN akan saya kumpulkan untuk membaÂhas ini lebih lanjut. Kalau PG masih bisa dioptimalkan, kita pertahankan dan revitalisasi. UnÂtuk PG yang masih dapat memÂproduk ethanol dan listrik, juga kita lanjutkan operasionalnya, sambil membangun PG yang baru. Memang investasinya cuÂkup mahal, yakni satu PG sekitar Rp 2 triliun," ujar Rini.
Penutupan Bukan SolusiKetua Komisi IV DPR Edhy Prabowo mengatakan, penutupan PG BUMN bukanlah solusi yang tepat saat ini. Pasalnya, masih banyak masyarakat disekitar pabrik yang mengandalkan hidup mereka dari operasional pabrik tersebut.
"Penutupan ini dikhawatirkan mengganggu roda perekonoÂmian masyarakat sekitar. Ini harus difikirkan dengan matang oleh Kementerian BUMN," kata Edhy Kepada
Rakyat Merdeka.Menurutnya, risiko lain dari penutupan ini adalah berpeluang masuknya gula impor ke IndoÂnesia karena produksi PG lokal dinilai tidak mampu memenuhi kebutuhan nasional.
"Ini yang berbahaya. Kalau gula impor mendominasi, akan membuat kita ketergantungan. Sehingga, saat harga impor naik, kita tidak bisa mengontrolnya, sementara produksi nasional terbatar. Kalau memang masih bisa di pertahankan, sebaiknya pemerintah merevitalisasi PG BUMN, support agar sehat lagi dan produksinya makin baik," tegas Edhy. ***
BERITA TERKAIT: