"Kami merasa terganggu beberapa hari ini harga cabe rawit meningkat sehingga membuat jantung saya melompat," ujar Amran saat kunjungan kerja di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, kemarin. Alhasil, tingginya harga ini membuatnya pusing. Padahal, tidak semua jenis cabe harganya selangit. Hanya jenis cabe rawit merah yang melambung tinggi. "Yang kemarin-kemarin dibahas cabe terus, aku hanya bisa urut dada. Padahal yang mahal itu jenis cabai rawit. Begitu banyak cabe, tapi satu cabe jadi pembahasan," katanya.
Menurut Amran, melonjaknya harga cabe mestinya tidak dibesar-besarkan. Cabe sendiri merupakan bagian dari 14 komoditas pangan yang diperhatikan serius pemerintah. Di sisi lain, hanya cabe rawit yang dipermasalahkan. "Kita fokus pada 14 komoditas dengan yang kami handle luas lahannya 70 juta hektar dan diawasi 24 jam. Yang turun (produksi) cuma kedelai. Cabe jadi celah. Syukur nggak impor. Ya Allah ampunilah hamba-hamba yang nggak bersyukur ini," ucapnya.
Nah, menyiasati tingginya harga cabe, Amran menyarankan ibu-ibu rumah tangga melakukan aksi tanam cabe, minimal lima pohon. Cara ini efektif mengantisipasi fluktuasi harga cabe yang berulang setiap tahun. "Ini cabe saja berteriak 'malas'. Kenapa malas? Ibu-ibu ada 126 juta penduduk Indonesia, kalau bergerak tanam cabe, mengurangi gosipnya lima menit, dengan tanam cabe lima menit, selesai persoalan cabe di Republik ini yang selalu kita bahas," terangnya. Tujuan penanaman cabe di pekarangan rumah itu, lanjut Amran, agar kebutuhan cabe segar bisa terpenuhi, menekan pengeluaran belanja dan menekan inflasi.
Seperti diketahui, di sejumlah daerah harga cabe rawit merah nyaris tinggi. Faktor kelangkaan dan cuaca buruk membuat ketersediaan cabe terbatas dan sesuai hukum ekonomi, barang langka itu harganya melambung tinggi. Harga di Kota Cirebon, Jawa Barat, per kilogram harganya Rp 200 ribu, dari harga sebelumnya Rp 60 ribu. Hal itu terungkap saat Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Cirebon menggelar sidak ke tiga pasar yakni Pasar Perumnas, Pasar Pagi dan Pasar Kanoman, kemarin.
"Harga cabe rawit merah Rp 200 ribu per kilogram ini sudah terjadi sejak seminggu terakhir," ujar Sarah, pedagang sayuran di Pasar Pagi, Cirebon. Sarah mengeluh, tingginya harga cabe membuat omsetnya terjun bebas. Hal senada diungkapkan pedagang sayuran, Marfuah. Bahkan, kini dia tidak lagi menjual cabe rawit merah karena sepinya peminat komoditas tersebut sejak harganya melonjak tinggi. "Para pembeli akhirnya memilih membeli cabe jenis lain," terang Marfuah.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon, Abdul Madjid Ikram menjelaskan, dalam sidak itu, pihaknya memantau sepuluh komoditas di pasar tradisional di Kota Cirebon. Selain cabe, juga bawang, daging ayam, daging sapi, minyak goreng dan lainnya. "Rata-rata harga seluruh komoditi itu tak terlalu melonjak. Yang fluktuatif terutama cabe rawit merah," kata Abdul.
Di Jakarta, sekalipun harganya tidak setinggi di Cirebon, sesuai data dari infopangan.jakarta.go.id, harga cabe rawit merah mencapai Rp 120 ribu per kilogram. Sementara, cabe rawit hijau seharga Rp 73 ribu per kilogram, cabe merah keriting Rp 55 ribu per kilogram dan cabe merah besar Rp 45 ribu.
Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Hermanto Siregar menduga pemerintah tidak fokus mengelola masalah hortikultura. Baginya, soal harga cabe meroket bak ulang tahun. "Iya ulang tahun, berulang setiap tahunnya. Kalau serius pasti bisa diselesaikan, karena polanya sama setiap tahun," ujar Hermanto kepada
Rakyat Merdeka. Dia tidak memungkiri kalau penyebab utama tingginya cabe kali ini adalah stoknya yang terbatas. Para petani sulit mendapat panen karena curah hujan saat ini cenderung tinggi. Alhasil, banyak gagal panen yang dialami para petani. Untuk menyelamatkan petani cabe sekaligus menjaga stabilitas harga, Hermanto menyarankan pemerintah melakukan tiga hal.
Pertama, tingkatkan teknologi budidaya tanam di rumah kaca. "Kalau ditanam di tumah kaca, tidak ada lagi persialan musim. Panas soal tidak soal," katanya, Kedua, pengelolaan stok cabe di petani. Diharapkan, pemerintah menyediakan tempat penyimpanan massal skala besar, yang dapat digunakan para petani cabe. Pasalnya, cabe adalah jenis tanaman yang cepat membusuk. Ketiga, bersedia membeli cabe petani ketika panen dan segera dilakukan industrialisasi atas cabe. Nantinya, cabai diolah dan dijual dari bentuk lain yang lebih tahan lama seperti bubuk cabe. "Nah, kalau ini dilakukan harga cabe pasti konstan," katanya. ***
BERITA TERKAIT: