Menteri BUMN Rini SoeÂmarno menegaskan, aturan baru ini disiapkan untuk proses pemÂbentukan Holding BUMN.
"Dengan selesainya revisi aturan tersebut maka proses pembentukan Holding BUMN bisa segera dimulai, karena PP ini menjadi payung hukum pembentukan holding," kata Rini di Jakarta.
Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra menambahkan, berÂdasarkan salinan surat KemenÂterian Sekretaris Negara nomor B-03/Kemensetneg/D-1/Ekon/HK.02.02/01/2017 tertanggal 6 Januari 2017, PP 72/2016 ini telah diundangkan sejak tanggal 30 Desember 2016.
"Sesuai ketentuan, PP ini muÂlai berlaku sejak diundangkan. Karena tidak ada pasal khusus mengenai kapan berlakunya," kata Hambra.
Meski begitu, Pengamat KeÂbijakan Publik Agus Pambagio menilai, ada perubahan PP yang yang membahayakan kelangsunÂgan bisnis BUMN.
"Yaitu pada pasal tambahan yakni pasal 2Ayang secara garis besar berisi detail tata cara peralÂihan aset-aset BUMN ke BUMN lainnya bila terjadi penggabunÂgan beberapa BUMN ke dalam satu holding BUMN," kata Agus kepada Rakyat Merdeka.
Dijelaskannya, pada Ayat 1 pasal 2APP 72/2016 menyebutkan, setiap perpindahan aset negara di sebuah BUMN ke BUMN lain atau Perusahaan Swasta bisa dilakukan tanpa harus melewati pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) alias tanpa perlu persetujuan DPR.
Sementara pada ayat 2 pasal 2APP 72/2016, disebutkan, dalam hal pembentukan holding, saham milik negara pada BUMN yang menjadi anak usaha dapat langÂsung dialihkan ke pada BUMN lain yang menjadi induk usaha.
"Aturan baru ini akan berbaÂhaya. Pasalnya, saham BUMN yang dimiliki negara dapat berpindah tangan ke siapapun tanpa diketahui oleh DPR," lanjut Agus.
Dijelaskannya, ketika ada perpindahan kepemilikan saham yang dimiliki negara dalam hal ini BUMN ke perusahaan lain ataupun pengalihan saham melaÂlui PMN maka tidak melalui mekanisme APBN.
"Jadi pengalihan saham melalui PMN bisa dilakukan pemerintah kapan saja tanpa wewenang DPR," tutur dia.
Menurut Agus, aturan ini bertabrakan dan melanggar aturan lainnya tentang kekayaan negara. Karena segala saham yang masuk dalam kekayaan negara, pengambilalihan atauÂpun perubahan status kepemiliÂkan harus persetujuan DPR.
Secara konten, kata Agus, PP itu bertentangan dengan UUlainnya dan secara substansi berbahaya karena membuka peluang pengalihan kekayaan negara dan mengubah BUMN jadi swasta tanpa kendali DPR.
"Ini blunder. Bisa langsung diÂlakukan
Judicial Review (peninÂjauan kembali) atas aturan terseÂbut. Kemudian dalam aturan tersebut, sama saja pemerintah memperlakukan perusahaan swasta untuk dapat menguasasi Sumber Daya Alam Indonesia," tegas dia. ***
BERITA TERKAIT: