Analis Ekonomi Kantor Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta, Supriadi menegaskan bahwa gambar tersebut bukanlah palu arit yang merupakan lambang Partai Komunis Indonesia (PKI).
"
Nggak, bukan celurit. Ada-ada saja itu, kok dikait-kaitkan (palu arit,
red). Kenapa polemik, mungkin saja, ada orang yang lagi sensitif," ungkap Analis Ekonomi Kantor Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta, Supriadi di Pulau Pantara, Kepulauan Seribu, Minggu (13/11).
Menurut dia, desain rectoverso tersebut termasuk salah satu unsur pengaman uang yang sulit ditiru.
Logo BI itu, lanjut Supriadi, dibuat agar saat uang diterawang dapat terlihat dari sudut pandang mana pun melalui rectoverso.
"(Rectoverso) itu, paling susah ditiru. Abstrak dan susah ditebak. Tujuannya, supaya saat diterawang dari depan atau belakang terdapat logo BI yang berhimpit," paparnya.
Terkait desain rectoverso, kata Supriadi, memang diusulkan langsung dari pihak BI. Setelah itu, desain yang telah ditentukan, diserahkan ke Perum Percetakan Uang RI (Peruri) untuk dicetak.
"Untuk desainnya, itu order dari BI, lalu cetak di Peruri. Tidak ada pemikiran apa, bentuk celurit atau lainnya. Tidak perlu dipermasalahkan," pungkasnya.
Selain rectoverso, ada beberapa unsur pengaman lainnya agar uang rupiah tidak mudah dipalsukan. Antara lain, cetak dalam (intaglio) berupa angka yang dicetak kasar, tinta berubah warna, tulisan mikro (micro text), gambar tersembunyi, hingga cetakan tidak kasat mata (invisible ink).
[sam]
BERITA TERKAIT: