Menurutnya, kondisi ini didukung oleh sejumlah faktor. Mulai dari menurunnya tekanan terhadap nilai tukar, membaiknya kinerja fiskal sebagai dampak rasionalisasi belanja dan implementasi program pengampunan pajak tahap I, membaiknya kinerja pasar saham, hingga kondisi lembaga keuangan yang masih terjaga baik.
Hal ini sesuai dengan kebijakan yang diambil oleh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan setelah pertemuan KSSK sebelumnya, yakni penyesuaian APBN-P 2016, pelaksanaan UU Pengampunan Pajak Tahap I, Pengendalian inflasi, serta penurunan suku bunga kebijakan BI dan suku bunga penjaminan LPS.
"Namun KSSK tetap mencermati risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan, antara lain melemahnya perdagangan internasiona, penurunan eksposur utang korporasi, dan harga komoditas yang rendah," kata Sri di Gedung Juanda I, Kementerian Keuangan, Jakarta, (24/10).
Dia merasa, hal itu merupakan pengaruh dari faktor internal atau domestik. Sedangkan risiko dari faktor eksternal adalaah rencana kenaikan Fed funds rate pada tahun 2016 ditambah dampak Brexit yang menyebabkan tekanan pada pasar modal, pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2016-2017 diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya, dan harga komoditas masih berpotensi mengalami tekanan seiring perkembangan perekonomian global yang diperkirakan masih lebih rendah.
"Kondisi perkembangan ekonomi China juga perlu terus menerus dipantau dan diantisipasi dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi domestik," imbuh Sri.
Untuk melakukan itu, pemerintah, BI, OJK dan LPS akan terus menerus melakukan tindakan yang diperlukan guna meningkatkan market confidence agar stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
[sam]
BERITA TERKAIT: