Menjaga Kepentingan Nasional Kendala Penuntasan Revisi UU Perbankan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 14 September 2016, 17:26 WIB
Menjaga Kepentingan Nasional Kendala Penuntasan Revisi UU Perbankan
rmol news logo Revisi UU Perbankan tak kunjung bisa diselesaikan. Pasalnya, merevisi UU tersebut tidak mudah. Bahkan harus hati-hati terutama menyangkut keterbukaan  kerahasiaan perbankan  karena ada kepentingan nasional yang harus dilindungi.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR RI John G. Plate dalam diskusi di Media Center DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9). Hadir juga sebagai pembicara anggota Komisi XI DPR RI Sarmudji (Golkar), pakar tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih; Ketua KADIN, Eddy Ganefo; dan Anggawira dari HIPMI.

"Pembahasan dan pembuatan draft revisi UU Perbankan ini memang tidak mudah karena harus memperhatikan dengan sangat hati-hati menyangkut kepentingan nasional. Apalagi kalau asing membuka bank di Indonesia, maka Indonesia juga bisa buka bank di luar negeri," tegasnya.
 
Dengan demikian kata dia, apa yang disebut sebagai reciprocal agreement itu harus melindungi kepentingan nasional. Sebagaimana kepentingan asing sendiri untuk negaranya.

"Karena itu menyusun UU Perbankan ini membutuhkan waktu yang lama, melihat masih harus menyesuaikan dengan UU Tax Amensty, UU KUP (Ketentuan Umum Perbankan), JPSK, OJK, PPKSK, dan lain-lain," ujar John.

Yang jelas revisi UU Perbankan ini sudah ada naskah akademik berikut draft-nya. Termasuk tentang keterbukaan informasi perbankan (otomatic action of information) perbankan antar negara.

Dia mengakui ada bank yang mendukung dan ada yang menolak. Sehingga harus mencari titik temu, didiskusikan dengan serius, jangan sampai merugikan kepentingan nasional, dan jangan sampai mempersulit perbankan Indonesia sendiri.

Sebab, menurut John, revisi UU Perbankan dan UU terkait lainnya dilakukan agar target pajak tercapai, pertumbuhan ekonomi membaik, dapat diimplementasikan dengan  mudah dan didukung oleh kredit perumahan rakyat, dan 140 industri penunjang lainnya.

"Kita ingin mewujudakan sistem perbankan yang professional," katanya.

Diakui John, jika dalam UU terkait perbankan ini seperti PPKSK sudah tidak ada lagi bail out seperti skandal Bank Century yang meminjam uang negara lewat Bank Indonesia (BI), lantas pemilik bank kabur  ke luar negeri membawa uangnya.

"Tapi sebaliknya, kini pemilik banknya-lah yang harus bertanggungjawab. Tak boleh lagi ada bail out," demikian John. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA