Penurunan Tarif Interkoneksi Dapat Mengganggu Perluasan Jaringan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Sabtu, 03 September 2016, 12:28 WIB
Penurunan Tarif Interkoneksi Dapat Mengganggu Perluasan Jaringan
Foto/Net
rmol news logo . Sejumlah kalangan menolak rencana pemerintah terkait penurunan tarif interkoneksi. Salah satunya ialah Koalisi Mahasiswa Indonesia Timur Untuk Mengawal Nawacita (Komitmen). Mereka menilai, rencana penurunan tarif justru akan berdampak terhadap kerugian negara.

Perwakilan Koalisi Mahasiswa Maluku, Abdul Rahim mengatakan rencana penurunan tarif interkoneksi akan membuat rugi operator telekomunikasi yang notabene adalah perusahaan negara.

"Kami berharap pemerintah dapat fokus untuk dapat menyediakan layanan telekomunikasi hingga ke pelosok," ujar Abdul Rahim dalam keterangannya, Sabtu (3/9). Hal ini juga dia sampaikan dalam pertemuan dengan Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis (FSP BUMN Strategis) di Jakarta, Jumat kemarin.

Abdul menjelaskan bahwa kawasan Timur Indonesia masih membutuhkan perluasan jaringan. Dengan penurunan tarif, lanjut dia, hal tersebut dikhawatirkan akan menghambat upaya pemerintah memperluas koneksi ke daerah-daerah terpelosok.

"Bagi kami tidak ada keuntungan karena sebagaimana catatan kami, komponen biaya interkoneksi hanya 10-15 persen dari tarif telepon. Bagaimana bisa berpikir untung, sementara untuk kawasan Timur Indonesia seperti di Papua saja masih ada saudara kami yang belum menikmati jaringan telekomunikasi. Jika ada pihak yang bilang penurunan tarif interkoneksi akan menguntungkan, buat kami itu seperti angin surga, cuma enak didengar," beber dia.

Hal senada diutarakan perwakilan Koalisi Mahasiswa dari NTT, Ahmad Nasir Rarasina. Ahmad menilai pada prinsipnya mendukung setiap upaya membangun dan perluasan jaringan telekomunikasi yang dapat membantu masyarakat.

"Kami sangat respek terhadap apa yang disuarakan oleh FSP BUMN Strategis terhadap upaya menolak kebijakan yang secara substansi tidak menguntungkan masyarakat. Bahkan ada potensi kerugian jika kebijakan ini benar-benar diberlakukan," ungkap dia.

Sementara itu, Ketua FSP-BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto menyatakan akan terus menyuarakan penolakan terhadap rencana kebijakan Menkominfo tersebut. Wisnu mengatakan kebijakan interkoneksi ini juga akan diikuti dengan Revisi PP 52 dan 53 tahun 2000 terkait sharing network. Jika revisi terkait sharing network ini jalan, operator yang malas membangun jaringan akan sangat diuntungkan.

"Dari sisi regulasi, kami menilai ini seperti memberi fasilitas kepada operator swasta asing secara berlebihan," ungkap dia.  

Padahal, lanjut Wisnu, di dalam modern licensing, ada kewajiban setiap operator untuk membangun jaringan sesuai dengan yang mereka rencanakan.

"Jangan sampai regulasi ini merugikan operator yang telah bersusah payah membangun jaringan," tukasnya. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA