HOLDING BUMN MIGAS

Pakar Energi UI Tepis Pernyataan Faisal Basri

Yakin Proses Sesuai Jalur

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 21 Agustus 2016, 23:50 WIB
Pakar Energi UI Tepis Pernyataan Faisal Basri
Ilustrasi/Net
rmol news logo Pembentukan holding BUMN Migas sangat mendesak dan sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945.

Begitu dikatakan pakar hukum energi Universitas Indonesia Wasis Susetyo dalam keterangannya, Minggu malam (21/8).

"Tidak ada satu pun (aturan hukum, red) yang dilanggar. Bahkan, pembentukan holding adalah perwujudan amanah konstitusi yang merupakan landasan hukum tertinggi di negara kita,” sambungnya.

Pernyataan itu, sekaligus menepis pernyataan mantan Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri yang menyebutkan bahwa holding BUMN banyak menabrak aturan hukum. Dia juga bilang, proses inbreng saham dalam holding BUMN tidak lazim dilakukan di dunia korporasi dan investasi.

Wasis tekankan, inbreng saham dalam proses ini sudah sesuai jalur. Sebab, holding berbeda dengan merger atau akuisisi yang akan "mematikan” badan usaha lain. Sedangkan dalam holding, baik PGN maupun Pertamina masih tetap ada dan beroperasi sebagaimana biasa.

Menurutnya, dalam hal ini yang berbeda hanya perencanaan, koordinasi, dan pengendalian yang sekarang berada di bawah holding.  "Jadi inbreng tidak selalu terhadap aset, SDM, atau uang tunai. Inbreng saham juga bisa, karena inbreng hanya diperlukan untuk membuat payung hukum,” kata Wasis.

Dia menjelaskan, PP tentang Holding BUMN Migas juga tidak bertentangan dengan UU 22/2001 tentang Migas Menurut Wasis, meski UU tersebut meliberalisasi sisi hulu dan hilir, namun tidak satu pasal pun yang melarang sisi hulu dan hilir dipegang oleh satu BUMN. "Tidak ada larangan seperti itu,” kata Wasis yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul.

"UU tentang BUMN membolehkan negara yang memberikan kewenangan kepada satu BUMN untuk melakukan monopoli. Selain itu, UU mengenai persaingan usaha sehat uga membolehkan monopoli, sepanjang diinginkan oleh negara."

Wasis menolak keras pernyataan Faisal Basri yang menolak penggabungan PGN karena dianggap sehat ke dalam Pertamina yang dianggap sakit. Kata dia, kalau dilihat dari skala usaha saja sudah jelas bahwa Pertamina jauh melebihi PGN. Begitu pula dengan ruang lingkup usaha, dimana Pertamina menguasai sisi hulu dan hilir, sedangkan PGN hanya berpengalaman di sisi hilir saja. "Kalau perusahaan lebih besar menguasai perusahaan lebih kecil itu suatu yang wajar saja," tandasnya. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA