Impor Garam Bikin Dewan Jengkel

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 05 Agustus 2016, 22:18 WIB
Impor Garam Bikin Dewan Jengkel
Herman Khaeron/Net
rmol news logo Kedatangan 34 ribu ton garam impor di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, membuat Dewan jengkel. Pasalnya, kebutuhan garam dalam negeri sudah terpenuhi oleh produksi dalam negeri. Kedatangan garam impor tersebut jelas hanya akan menggenjet nasib petani garam lokal.

Garam impor itu datang dari Australia, pekan lalu. Keberadaan garam itu diketahui saat rombongan anggota DPR meninjau Pelabuhan Cirebon dalam rangka mengisi reses. Ternyata, di pelabuhan itu bersandar kapal tongkang yang berisi puluhan ribu ton garam. Kabarnya, garam tersebut akan didistribusikan ke sejumlah daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah.

"Saya sangat menyayangkan impor ini. Apalagi impor ini diturunkan di daerah penghasil garam. Cirebon dan Indramayu kan penghasil garam,” ucap Wakil Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron, Jumat (5/8).

Menurutnya, impor tersebut sangat tidak masuk akal. Sebab, produksi garam lokal saat ini sudah sangat bagus. Tahun ini produksi diperkirakan mencapai 3,3 juta ton. Sedangkan kebutuhan untuk konsumsi hanya sekitar 1,5 juta ton. "Artinya, dengan produksi lokal saja sudah tercukupi,” ucap politisi Demokrat ini.

Selain produksi melimpah, kualitas garam lokal juga tidak kalah oke dibanding garam impor. Setiap tahun Dewan terus membantu petani garam untuk meningkatkan kualitas garam lokal. Karena itu, sangat aneh jika pemerintah tetap membuka keran impor.

"Untuk itu, saya meminta Menteri Kelautan dan Perikanan dan pihak terkait untuk meninjau dan mendalaminya, supaya hal ini tidak berulang. Kalau pun ada kebutuhan industri atau pengeboran, kenapa tidak pakai memakai garam dari petani lokal,” jelas politisi asal Cirebon ini.

Kata Herman, saat ini harusnya menjadi masa-masa para petani garam menikmati untung. Sebab, saat produksi melimpah di beberapa bulan lalu, harga garam sempat anjlok hingga Rp 180 per kilogram. Sayangnya, saat mau menikmati harga yang baik, turun impor. Kondisi tersebut akan membuat harga garam lokal tertekan, bahkan jatuh.

Kalau kondisi ini terus berulang, Herman khawatir nasib petani garam akan terus tergencet. Para petani tidak akan berkembang. Mereka juga tidak akan lagi bersemangat karena harga jual garam sudah tidak menarik.

"Kondisi ini kontraproduktif dengan semangat kita meningkatkan taraf hidup petani garam. Untuk itu, saya kira kita perlu memanfaatkan UU Nomor 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam yang sudah disahkan sejal April,” jelasnya.

Herman tidak menyalahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan atas impor garam ini. Sebab, yang mengijinkan impor tersebut adalah Kementerian Perdagangan.

Herman tidak akan tinggal diam menghadapi masalah ini. Dia berjanji, akan mendalami impor tersebut dan mendorong agar tidak dilakukan lagi. "Kita kan sudah menegaskan, harus melindungi petani. Karena itu, stop impor garam,” tandasnya. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA