Sejatinya, interaksi antara industri hasil tembakau (IHT) dengan pemerintah merupakan hal wajar.
Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menyatakan, IHT saat ini menghadapi berbagai gempuran dari berbagai sisi. Tidak hanya kampanye hitam yang dilakukan kelompok antitembakau. Pemerintah pun, akibat pengaruh kuat dari kelompok antitembakau, menurut dia, mengeluarkan banyak regulasi yang pada intinya membatasi pertumbuhan IHT.
"Interaksi itu wajar. IHT,
kan memang di bawah kendali pemerintah. Karena demokrasi menuntut hal seperti itu, yang tidak boleh kan menyuap secara tertutup," tegas Daeng.
Daeng justru mewanti-wanti, saat ini banyak dana-dana asing dari berbagai perusahaan asing dan lembaga internasional mengucur deras ke berbagai kelompok kepentingan di Indonesia yang justru berkeinginan mempengaruhi kebijakan nasional.
Mengutip dari website
Bloomberg Initiative, sejumlah lembaga menerima bantuan asing untuk kampanye anti tembakau. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan pernah menerima 315.825 dolar AS dengan tujuan melatih tim khusus kontrol tembakau di sedikitnya tujuh provinsi. Kemudian juga menerima lagi 300 ribu dolar AS memperkuat kontrol tembakau melalui peraturan.
Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) malah pernah menerima 455.911 dolar AS untuk mengeluarkan larangan iklan, promosi, dan kegiatan sponsorship oleh industri terkait tembakau. Juga menerima 142.543 dolar AS dan 200 ribu dolar AS untuk lebih mendorong agenda pelarangan iklan-iklan rokok.
"Korporasi asing atau lembaga asing kasih uang untuk mengubah regulasi dengan tangannya sendiri. Mereka lebih anarkis tapi tidak pernah dianggap berbahaya oleh pemerintah. Saya bisa buktikan semua undang-undang mulai UU Perdagangan, UU Keuangan, UU Bank Indonesia, hingga undang-undang lain, ada intervensi dana asing," terangnya.
Daeng menegaskan, UU yang dibuat harus mencerminkan kepentingan nasional sepenuhnya. Dia menyarankan, dengan mekanisme yang jelas, industri dalam negeri harus rajin-rajin mempengaruhi proses pembentukan UU demi kepentingan nasional.
"Jangan asing terus yang mempengaruhi," tukas Daeng.
[wid]
BERITA TERKAIT: