"Kita ingin pemerintah jangan lagi menggunakan asumsi bisnis asusual. Ketika mengambil suatu solusi dari masalah atau kebijakan harus disertakan apa kondisi yang melatar belakangi. Persoalan yang dihadapi sekarang, paradigma dunia sudah berubah ketika harga minyak dan komoditas yang tadinya tinggi justru makin anjlok," jelas Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati dalam diskusi 'Prospek Harga BBM' di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (24/1).
Menurutnya, untuk gas dan minyak, petanya sudah berubah total. Bahkan, Amerika Serikat yang dulunya adalah net importir saat ini sudah menjadi net eksportir.
"Kalau kita liat dewan energi Amerika, mereka menyatakan sampai 100 tahun ke depan cadangan mereka aman. Baik gas maupun minyak. Makanya ini akan membuat perubahan besar pada peta harga komoditi internasional," beber Enny.
Karena itu, dibutuhkan pemerintah saat ini adalah segera mendorong industrialisasi agar bisa bersaing dengan negara lain.
"Dengan cara ya harga energi harus murah. Kalo harga energi tidak murah, kita tidak bersaing," kata Enny.
Ditekankan juga bahwa hitungan wajar harga BBM bila dikalkulasikan dengan harga minyak dunia sebesar USD 50 per barel maka harus ada penurunan kembali menjadi Rp 5500 - Rp 5600 per liter. Harga tersebut dinilai akan cukup terasa buat konsumen.
"Sekarang Rp 7050 per liter, kalau turun ke Rp 5600 berarti ada saving untuk pengeluaran yang lain, seperti mendorong biaya transportasi turun. Memang harus turun tapi harus ada dikalkulasi terlebih dahulu dari Pertamina dan pemerintah serta dewan transportasi. Karena biasanya angkutan tidak mau serta merta turun. Untuk itu mereka harus duduk bareng," demikian Enny.
[wah]
BERITA TERKAIT: