Kisah Petani Lombok yang Sukses Menanam Tembakau

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 29 Oktober 2015, 08:55 WIB
rmol news logo Sukirman, salah satu petani tembakau yang tinggal di Dusun Paok Rengge, Desa Waja Geseng, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Desa tersebut, salah satu desa yang menjadi komoditas tembakau.

Sukirman beserta warga di sana hidupnya bergantung pada pertanian tembakau.

Setiap tahunnya, 20 persen dari 128 kepala keluarga di dusun ini bisa menghasilkan 80 ton tembakau dari luas lahan 40 hektar. Satu ton tembakau kering yang mereka hasilkan tersebut rata-rata dihargai Rp 35 juta. Bisa dibayangkan berapa penghasilan yang mereka dapatkan setiap tahunnya.

Hal inilah yang membuat Sukirman dan petani tembakau di Dusun Paok Rengge bertahan menanam tembakau. Tanaman semusim itu dapat menanggung kehidupan mereka selama setahun penuh.

"Saya tak pernah sukses menamam tanaman lain kecuali tembakau. Percobaannya untuk menanam sayuran lain tak pernah sesukses tembakau,” ujar Sukirman ketika dimintai keterangan di Lombok, NTB, Rabu (28/10).

Sukirman menuturkan, tekstur tanah dan kondisi alam Lombok yang relatif kering memang cocok untuk menaman tembakau yang tak memerlukan banyak air. Tak hanya itu, pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian pun sampai saat ini hanya pada pertanian tembakau.

Ia mengakui, tak ada pihak yang melakukan pendidikan pertanian lain kepada masyarakat Lombok termasuk pemerintah.

Padahal, Lombok adalah masyarakat petani. Petani tembakau Lombok, ungkap Sukirman, sangat bergantung pada industri rokok. Sebab, semua hasil panen petani hanya ditampung oleh industri rokok.
 
"Pemberdayaan dan pengetahuan pertanian tembakau pun diberikan oleh industri. Pemerintah tak pernah memberikan pemberdayaan apalagi bantuan dana terhadap para petani tembakau," tuturnya.

Lebih lanjut menurut Sukirman, melarang pertanian tembakau sebenarnya bukan cara yang bijak untuk mengurangi berbagai risiko yang ditimbulkan produk turunan tembakau tersebut.

"Justru, jika pemerintah ingin mengendalikan tembakau, seharusnya mereka-lah yang berada di garda depan untuk membantu dan memberdayakan para petani," tegasnya.

Ia menambahkan, jika dibuat peraturan pengendalian tembakau, maka buatlah yang tak merugikan petani, pun tak menimbulkan risiko besar terutama bagi kesehatan.

Dihubungi terpisah, Guru Besar Sosial Ekonomi Industri Pertanian UGM KH Muhammad Maksum Mahfoedz menilai penetrasi internasional terhadap petani tembakau di Indonesia sangat kuat dan telah membuat pemerintah semakin kebingungan dan lemah. Nah, survei yang dilakukan MTCC bisa jadi bagian dari advokasi publik.

"Karena itu, dibutuhkan kepedulian dan keseriusan masyarakat luas untuk memberikan kekuatan kepada pemerintah agar tidak ragu memihak kepentingan petani tembakau," ujarnya.

Maksum yang juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga mengatakan bahwa persoalan tembakau terkait dengan segala macam aspek, baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Tembakau, katanya, bukan hanya terkait masalah kesehatan dan ekonomi, tapi banyak aspek lainnya seperti budaya.

Karenanya ia mengharapkan kebijakan apapun soal tembakau harus memperhatikan kompleksitas itu. Pemerintah harus mempertimbangkan dan memikirkan nasib petani tembakau yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, di antaranya di Jawa seperti Temanggung, Sumedang, Demak, dan Pemekasan, serta di beberapa daerah di Sumatera.

"Jangan sampai para petani tembakau dan para pekerja di bidang pembuatan rokok, dan lainnya justru dikorbankan," katanya.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA