Bank BUMN Berutang Rp 43 Triliun ke China, Komisi VI Akan Interogasi Menteri Rini

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Rabu, 23 September 2015, 17:37 WIB
rmol news logo Sampai hari ini, Komisi VI DPR RI belum mendapatkan laporan dari Menteri BUMN Rini Soemarno terkait kebijakannya membawa tiga bank plat merah (BRI, BNI dan Bank Mandiri) untuk berutang kepada bank pembangunan China (China Depelovment Bank).

Ketua Komisi VI DPR RI, Hafisz Tohir, memastikan, utang sebesar US$ 3 milliar atau Rp 43,28 triliun itu akan dipertanyakan pihaknya kepada Menteri Rini.

"Melihat pergerakan dollar AS yang punya trend naik terus sejak dua tahun terakhir, maka dapat diprediksi pinjaman dalam bentuk USD akan menjadi beban neraca pembayaran negara," kata Hafisz dalam keterangan persnya, Rabu (23/9).

Menurutnya, lebih baik saat ini pemerintah tidak menerima pinjaman luar negeri dalam bentuk dollar AS. Alternatif terbaik untuk kondisi ekonomi RI yang lemah saat ini adalah counter trade dengan negara-negara tujuan ekspor Indonesia

"Pinjaman dalam USD pasti terlalu berisiko. Pinjaman luar negeri sebaiknya yang pergerakannya mata uangnya tidak terlalu progresif seperti USD, misalnya Yen yang cenderung stabil,” kata dia.

Selain itu, sikap pemerintah yang mencari pinjaman di luar negeri menunjukkan bahwa likuiditas di dalam negeri sedang sulit, karena pasar modal mengalami Capital Fight yang terus menerus di bursa saham. Kalau pemerintah tidak menutup krisis likuiditas ini dari utang maka solusinya adalah memakai cadangan devisa. Tapi, dia melihat pemerintah masih malu untuk gunakan cadangan devisa. Pemerintah masih mencoba berutang dengan tameng mesin BUMN yang sebagian masih kuat.

Dia yakin Rini melakukan pinjaman atas sepengetahuan presiden. Tetapi tindakan ini kurang tepat. Yang paling penting adalah pemerintah membuat kebijakan yang pro poor, pro job dan pro growth sehingga tidak akan ditolak pasar.

"Saat ini masa keemasan Jokowi telah berakhir. Dia sudah ditolak pasar. Maka apa saja kebijakan Jokowi saat ini pasar bereaksi negatif,” tutup Hafisz. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA