"Mayoritas mata uang negara-negara ASEAN termasuk Rupiah menjadi agak stabil dengan adanya pemotongan suku bunga tersebut," Kepala Analis Pasar FXTM, Jameel Ahmad melalui siaran pers yang juga dilansir
Forextime.Com (Jumat, 11/9).
Menurut dia, Rupiah bahkan terlihat mengalami sedikit pemulihan di mana 1 dolar AS turun ke level Rp 13.990.42 pada tanggal 27 Agustus dari Rp 14.256.48 di hari sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan sentimen terhadap Indonesia.
Dengan demikian, lanjut dia, fundamental akan tetap menjadi ancaman terhadap mata uang tersebut. Pengamatan lebih dekat terhadap situasi makro ekonomi Indonesia memperlihatkan tingkat PDB yang terus menurun dari 6,2 persen di tahun 2010 ke 5,0 persen (2014) dan 4,7 persen di semester pertama 2015.
Faktor fundamental lainnya juga turut membayangi, papar dia, misalnya lapangan kerja yang tumbuh hanya 12,6 persen, lebih lambat daripada yang diharapkan. Di samping itu tingkat inflasi di 7,2 persen lebih tinggi daripada ekspektasi.
"Namun yang menjadi kunci perlemahan adalah sektor manufaktur yang diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,1 persen tahun ini, dibandingkan dengan yang diharapkan 6,8 persen," urai dia lebih lanjut.
Sektor manufaktur dipandang sebagai kekuatan baru dalam perekonomian Indonesia, yang dapat mengimbangi potensi tekanan dan penurunan perekonomian akibat jatuhnya harga-harga komoditas.
Mengutip pendapat Bank Dunia, imbuh Jameel, Indonesia dapat menciptakan jutaan lapangan pekerjaan di sektor tersebut dengan membidik pasar regional yang lebih luas. Bahkan di tahun 2020 mendatang, Bank Dunia optimistis Indonesia memiliki potensi untuk menciptakan 2,5 juta lapangan kerja.
Kini saat paket stimulus sudah tampak di permukaan, nasib Rupiah dan perekonomian Indonesia bergantung pada keseimbangan. Data ekonomi lokal dan regional di kuartal keempat 2015 tentunya akan memberikan petunjuk ke mana perekonomian akan bergerak. Namun ia juga menekankan sangat penting untuk melihat arah yang akan diambil Bank Sentral AS.
"Bagaimanapun, dalam jangka pendek, yang masuk akal adalah mengharapkan tantangan terhadap Rupiah untuk membaik, dengan kondisi perekonomian menghadapi tekanan akibat jatuhnya harga-harga komoditas," tutup Jameel
.[wid]
BERITA TERKAIT: