Sekarang Masih Bertahan, Lama-kelamaan Mati Juga

Kalau Rupiah Tembus 15.000 Per Dolar AS

Minggu, 06 September 2015, 09:07 WIB
Sekarang Masih Bertahan, Lama-kelamaan Mati Juga
ilustrasi/net
rmol news logo Pemerintah kelihatan masih tenang-tenang saja menghadapi nilai tukar rupiah yang sudah menembus Rp 14.200 per dolar Amerika Serikat (AS). Bank Indonesia (BI) menegaskan fundamental ekonomi saat ini masih bagus dan jauh dari krisis. Kasarnya, jika rupiah tembus ke level Rp 15 ribu pun, tidak akan bikin Indonesia kiamat.

Hal itu disampaikan Kadiv Operasi Valas, Departemen Pengelolaan Moneter BI Rahmatullah Sjamsudin dalam diskusi bertopik "Pengaruh Perkembangan Pasar Keuangan Global Terhadap Nilai Tukar Rupiah" di Bandung, kemarin. Dia menjelaskan, pelemahan rupiah dipengaruhi dua hal, yaitu fundamental ekonomi dan sentimen.

Saat ini, menurut analisisnya, pelemahan rupiah lebih dominan dipengaruhi oleh sentimen. Ada kondisi psikologis yang menggiring investor menggerakkan dananya keluar. Bahkan ada spekulan memainkan rumor untuk mencari keuntungan lebih besar.

Rahmat menekankan, kurs rupiah jangan cuma dilihat dari sisi nominalnya. Ketika dolar tembus Rp 14 ribu pun, tidak bisa dijadikan acuan untuk menilai kondisi itu sangat buruk atau krisis. Tetapi lihatlah rupiah dari realitivitasnya. "Kalau misalnya dolar sekarang Rp 5 ribu terus kemudian besok Rp 10 ribu dan lusa Rp 15 ribu itu baru sangat buruk. Tapi kalau begerak cuma di sekitar Rp 14 ribu dalam jangka waktu yang lama itu tidak masalah. Asal sesuai dengan fundamentalnya," paparnya.

Lantaran itu, meski rupiah sudah menembus angka Rp 14 ribu-an, dia meyakinkan, kondisi sekarang lebih baik dari krisis 1998 dan 2008. Pelemahan mata uang juga terjadi di banyak negara, akibat rencana kebijakan bank sentral AS, The Fed, yang akan menaikkan suku bunganya. Namun kondisi ini akan berakhir sampai 16 September nanti, apakah The Fed akan menaikkan suku bunganya atau tidak. "Menjelang keputusan itu memang pasar bergerak sesuai rumor. Pasca kebijakan itu dimungkinkan kondisinya akan mereda," paparnya.

Dengan kondisi itu, BI optimis, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan segera membaik. Alasannya, indikator makro dan perbankan sekarang masih sehat dan lebih baik dari krisis 1998 dan 2008. Indikator makro misalnya, imbal hasil yang ditawarkan Indonesia masih menarik, ditunjang fundamental ekonomi yang masih bagus. Selain itu, cadangan devisa sebesar 107 miliar dolar AS atau setara 6 bulan impor. Indikator perbankan pun serupa. Rasio kecukupan modal, rasio kredit bermasalah dan suku bunga deposito, jauh lebih baik dari 1998 bahkan saat krisis 2008.

"Pelemahan rupiah sekarang lebih mungkin karena ditakut-takuti. Dolar akan tembus Rp 15 ribu dan lebih tinggi lagi. Dulu juga pernah dibilang dolar Rp 10 ribu itu kiamat, tapi buktinya sekarang? Masih aman-aman saja," kata Rahmat.

Optimisme ini, lanjut Rahmat, didukung sistem pemerintahan yang lebih demokratis dan memfokuskan belanja pada pembangunan infrastruktur. BI juga punya langkah antisipasi agar rupiah tidak makin melemah. Caranya dengan mencari titik keseimbangan kurs.

Analisa berbeda disampaikan pengamat ekonomi dari Indef, Aviliani. Aviliani menilai, nilai tukar rupiah saat ini sudah di ambang batas mengkhawatirkan. Jika rupiah sampai menembus level Rp 15 ribu, maka ekonomi sudah masuk kategori bahaya. Pada level tersebut, daya beli masyarakat akan terus menurun lantaran harga barang-barang akan melangit, banyak kredit mulai macet lantaran banyak perusahaan tidak bisa membayar utang. Dampak lain, akan ada gelombang PHK. "Saat ini sudah terasa ada beberapa perusahaan yang gulung tikar," kata Aviliani saat dikontak tadi malam.

Dia mengatakan kategori bahaya juga terjadi ketika rupiah terus bergejolak dan tidak bisa direm. Apalagi banyak dolar berlarian dari Indonesia. "Sekarang sih masih bisa bertahan, kalau lama kelamaan ya bisa mati juga," katanya.

Aviliani menyarankan, pelemahan rupiah saat ini jangan hanya ditangani oleh BI sendiri, tapi juga bersama pemerintah. Caranya dengan memberi insentif kepada pengusaha dan kemudahan bagi pembayar pajak.

Hal serupa disampaikan pengamat ekonomi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Edi Suwandi Hamid. Dia menyebut, pernyataan BI itu sebagai sikap over confident alias terlalu percaya diri. Kata dia, jangankan rupiah menembus Rp 15 ribu, baru Rp 14 ribu saja pemerintah dan BI sudah terlihat panik. "Presiden saja panik, karena dampaknya sudah macam-macam dan kemana-mana," kata Edi, saat dikontak semalam.

Edi menjelaskan, dengan kurs Rp 14 ribu saja, sudah ada gelombang PHK. Target pertumbuhan ekonomi meleset. "Janganlah over confident. Berbahaya," ujarnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA