Kontrak 12 Perusahaan Batubara Terancam Diputus

Lelet Teken Amandemen

Selasa, 25 Agustus 2015, 08:00 WIB
Kontrak 12 Perusahaan Batubara Terancam Diputus
ilustrasi/net
rmol news logo Kementerian ESDM mengancam akan memutus kontrak perusahaan tambang baru bara yang tidak mau menandatangani amandemen kontrak. Pengusaha diberi batas waktu hingga Oktober 2015.

Saat ini ada sekitar 73 perusa­haan dengan status pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PK­P2B). Rinciannya, 10 perusa­haan sudah mengamandemen kontraknya. Lalu sekitar 51 perusahaan sudah sepakat akan memenuhi amandemen kontrak. Sisanya, 12 persahaan belum mau melakukan renegosiasi dengan pemerintah.

Jika perusahaan PKP2B ingin menambang lagi di Indonesia, mereka harus menyelesaikan amandemen kontraknya hingga Oktober 2015. Lewat dari batas waktu itu, Kementerian En­ergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak akan memperpan­jang izin operasinya.

Direktur Pembinaan dan Pen­gusahaan Batubara Kementerian ESDM Adhi Wibowo mengata­kan, renegosiasi kontrak dengan perusahaan pertambangan untuk memberikan kepastian investasi.

"Kami hormati kontrak PK­P2B hingga habis masa ber­lakunya. Tapi kami tidak beri perpanjangan usaha setelah habis kontraknya," katanya.

Proses renegosiasi dengan perusahaan tambang batubara PKP2B dinilai sangat lamban. Menurutnya, sebagian besar perusahaan batubara masih merasa terbebani dengan adanya skema Pajak Pertambahan Nilai dan kewajiban divestasi saham hingga 51 persen.

Dia menegaskan, jika tidak ada titik temu dalam meny­usun amandemen, Kemente­rian ESDM akan mengacu pada Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba).

Dalam aturannya, PKP2B mesti menyepakati enam poin re­negosiasi, yaitu peningkatan nilai tambah batubara, pengurangan luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), kenaikan royalti, di­vestasi, serta penggunaan barang dan jasa dalam negeri.

Sementara, Dirjen Miner­al dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, pihaknya menar­getkan proses Clear and Clear (CnC) perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) tuntas tahun ini.

Menurut dia, saat ini sudah ada IUP non-CnC yang dicabut izinnya oleh gubernur. Selain itu, tim tim teknis yang me­nangani masalah CnC IUP juga sudah dibentuk.

Tim teknis lintas instansi pemerintah, yakni Kemente­rian Perdagangan, Kehutanan, ESDM, dan Komisi Pemberan­tasan Korupsi (KPK), dibentuk dalam rangka penataan pertam­bangan mineral dan batubara.

"Kita rapat awal September, akan dibahas mekanisme dan kriteria-kriterianya. Arahnya tahun ini harus selesai. Nanti keputusan akan ditetapkan ber­sama KPK," kata dia

Menurut dia, pemegang IUP yang sudah dicabut gubernur, otomatis lahannya mengiku­ti peraturan yang ada, yakni dikembalikan ke negara.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Per­tambangan Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Suhala men­gatakan, pengusaha hanya bisa mengajukan permohonan ke pe­merintah. Dia juga memahami, pemerintah harus menyelesaikan amendemen kontrak karena harus melaksanakan amanah Undang-Undang Minerba.

"Iming-iming perpanjangan izin usaha bagi PKP2B tidak sepenuhnya manjur untuk me­nyelesaikan amendemen kon­trak," katanya.

Menurut dia, keberlangsungan usaha tergantung dari cadangan batubara di wilayah PKP2B. Bagi perusahaan pemegang PKP2B yang cadangan batuba­ranya tinggal sedikit tentu saja perpanjangan izin usaha tidak menarik bagi mereka.

Karena itu, dia berharap ada titik temu dalam masalah ini. "Dua-duanya harus diuntung­kan," tukasnya.

Berdasarkan data Publish What You Pay Indonesia, sekitar 59,7 persen penerimaan negara bukan pajak (PNBP) masih men­gandalkan sektor pertambangan dan minyak dan gas. Pada 2014 kontribusi penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan dari sektor pertambangan mencapai 10,57 persen.

Selain itu, pada 2014 PNBP sektor mineral dan batubara hanya sebesar Rp 34,2 triliun di bawah target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yaitu sebesar Rp 39 triliun.

KPK mencatat ada sekitar Rp 28,5 triliun potensi PNBP di sektor mineral dan batubara yang hilang dan tidak menjadi penerimaan negara karena tata kelola yang buruk.

Data Kementerian ESDM pada 2014 mencatat potensi kerugian negara sebesar US$ 1,2 miliar-US$ 1,5 miliar per tahun yang disebabkan ekspor ilegal batubara. Ada sekitar 30 juta-40 juta ton batubara yang keluar dari Indonesia melalui perdagangan ilegal. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA