Demikian pendapat pengamat ekonomi politik, Salamuddin Daeng di Jakarta, Selasa (23/6).
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia kini tengah bersengketa di WTO. Pemerintah menggugat kemasan polos rokok (
plain packaging) yang diterapkan Australia. Indonesia menilai, kebijakan itu melanggar perjanjian
Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), atau perlindungan atas hak merek/paten.
Salamuddin menerangkan, jika kemudian pemerintah menerapkan ratifikasi FCTC secara menyeluruh, maka juga berpotensi digugat negara lain ke WTO dengan argumentasi menghambat investasi. Tentu saja, selain FCTC, menurut Salamuddin, aturan-aturan seperti RPP Tembakau harus benar-benar lentur tidak kaku agar tidak ada gugatan dari negara lain.
"Gugatan itu bisa kehilangan faedahnya kalau kemudian berbagai kebijakan di dalam negeri justru tidak memberi dukungan terhadap industri tembakau," tandasnya.
Bentuk dukungan pemerintah itu bisa ditunjukkan, lanjut dia, misalnya, dengan memperbaiki regulasi yang berkait dengan IHT, memperbaiki struktur industri agar bisa bersaing di pasar internasional, subsidi untuk petani tembakau agar harga bisa bersaing dengan tembakau impor asal Tiongkok.
"Bahkan kalau perlu asuransi pertanian untuk melindungi petani dari gagal panen atau bencana," imbuhnya.
Di level kebijakan perdagangan dan keuangan, perlu diterapkan lagi bea masuk untuk melindungi produk tembakau dalam negeri. Juga tidak kalah penting, suku bunga industri ditekan. Jika tidak, maka industri dalam negeri bisa mati.
"Kalau kemudian biaya tenaga kerja 25 persen, kemudian biaya gabungan pajak cukai mencapai 25 persen maka maka industri tidak efisien. Ujungnya, pemerintah juga yang rugi karena harus menanggung beban pengangguran akibat rontoknya IHT," urai Daeng, panjang lebar.
Tanpa ada komitmen dan perbaikan regulasi seperti itu, ia mengingatkan langkah pemerintah menggugat Australia di WTO, hanya menjadi sandiwara melindungi IHT. Lagipula, menurut dia, ongkos bayar pengacara untuk gugatan ini juga hanya menghabiskan pajak yang sudah dibayar oleh rakyat.
"Gugatan itu harus ada signifikasinya bagi industri dalam negeri," ucap Daeng.
Sebelumnya, Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bachrul Chairi, mengatakan, bila Australia meloloskan kebijakan plain packagingdi WTO, maka negara lain juga berhak mengajukan cara yang sama. Pemerintah menilai, kebijakan kemasan rokok polos Australia telah melanggar perjanjian TRIPS, atau perlindungan atas hak merek/paten.
[wid]
BERITA TERKAIT: