Keempat bank tersebut, yakni Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Mega, Bank ANZ Indonesia, dan BankStandard Chartered Indonesia.
Direktur Utama Garuda IndoÂnesia Arif Wibowo mengatakan, kerja sama ini bertujuan untuk mengurangi risiko melonjaknya biaya operasional akibat pelemaÂhan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Karena biaya operasional penerbangan seperti pembelian avtur dan perawatan pesawat dibayarkan dalam bentuk dolar AS," ujarnya, di Jakarta, keÂmarin.
Ia menjelaskan, kerja sama tersebut, akan diimplementasiÂkan melalui mekanisme transaksi
Cross Currency Swap tahap dua oleh empat bank swasta dengan total nilai mencapai Rp 1 triliun. Di mana transaksi
Cross CurrenÂcy Swap merupakan bagian dari strategi
quick wins perusahaan untuk rebound di 2015.
"Efisiensi dari transaksi
Cross Currecy Swap tahap dua selama masa tenor tiga tahun diperkiraÂkan mencapai 16,4 juta dolar AS," katanya.
Menurutnya, dengan dipaÂtoknya rupiah terhadap dolar AS, pembayaran rupiah untuk operasional lebih konsisten di tengah tantangan yang dihadapi industri penerbangan saat ini.
Nantinya, kata dia, keempat bank akan membayarkan kewaÂjiban Garuda Indonesia selaku penerbit obligasi sesuai porsi yang telah disepakati dalam perjanjian dan pembayaran dilakukan dalam denominasi ruÂpiah kepada pemegang obligasi efektif per 5 April 2015.
Maskapai pelat merah ini nantinya akan membayar seluÂruh kewajibannya kepada empat bank tersebut, dalam bentuk denominasi dolar AS pada 5 Juli 2018.
Sementara Presiden Direktur BII Taswin Zaskaria mengaÂtakan, kerja sama ini sebagai wujud dukugan industri perÂbankan kepada Badan Usaha Milik Negara dalam mengelola pinjaman khususnya dalam memitigasi risiko nila tukar.
Dalam acara penandatanganan tersebut, turut hadir Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib, CEO Bank ANZ IndoÂnesia Joseph Abraham dan CEO Standard Chartered Indonesia Shee Tsee Koon.
Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk IGN Akhsara Danadiputra mengaÂtakan, perseroan menargetkan kenaikan pendapatan sebesar 10 persen pada kuartal II/2015 dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Pencapaian itu diduÂkung peningkatan jumlah penÂumpang sebanyak 12,5 persen.
Garuda mencatat pendapatan Rp 112 miliar dari penjualan tiket pada penyelenggaraan Garuda Travel selama tiga hari di Jakarta, beberapa waktu lalu. Sementara dari Medan, Sumatera Utara seÂnilai Rp 10 miliar. Lalu Manado, Sulawesi Utara Rp 5 miliar.
Dia meyakini, Garuda akan membukukan kinerja positif pada kuartal pertama tahun ini.
"Untuk triwulan pertama 2015 kinerja Garuda Indonesia cukup baik. Loss berkurang banyak. Kalau kuartal pertama 2014 kita rugi USD162 juta, itu akan hilang," tukasnya.
Terkait kerugian di 2014, Arif sebelumnya mengatakan, keruÂgian tersebut diakibatkan adanya tekanan dari faktor eksternal dan internal yang membuat kinerja keuangan maskapai melemah.
"Memang kita mengalami kerugian karena kinerja keuanÂgan pada 2014 dipengaruhi oleh kondisi industri penerbangan bukan saja di Indonesia, namun juga di dunia yang sedang menÂgalami turbulensi," ujar Arif.
Adapun faktor eksternal yang berdampak kepada kerugian Garuda yaitu depresiasi rupiah, serta sempat tingginya harga baÂhan bakar yang menekan profit mengingat biaya bahan bakar merupakan salah satu komponen biaya operasional terbesar, yaitu mencapai 40 persen.
Selain faktor eksternal, terÂtekannya profit Garuda juga dipengaruhi oleh lambatnya pengembangan infrastruktur transportasi udara nasional yang berdampak pada inefisiensi opÂerasional penerbangan.
Dalam laporan keuangan Garuda selama 2014 yang diterÂbitkan oleh Bursa Efek Indonesia, beban usaha Garuda menÂingkat pada 2014 dibanding tahun sebelumnya dari 3,7 miliar dollar menjadi 4,29 miliar dolÂlar. Peningkatan beban tersebut didorong oleh beban operasional penerbangan mencapai 2,56 milÂiar dollar AS dan beban pemeÂliharaan dan perbaikan sebesar 420 juta dollar AS. ***