Pemilik agen elpiji PT CenÂtrum Niaga Bogor di Kawasan Citeureup, Bogor, Firdaus mengatakan, turunnya harga elpiji tidak membuat pihaknya untung. Sebaliknya, penurunan harga membuatnya buntung.
"Saya membeli elpiji 12 kg ini saat harganya masih Rp 136 ribu. Baru sebagian kecil terjual, pemerintah menurunkan harganya menjadi Rp 129 ribu," katanya saat ditemui
Rakyat Merdeka, kemarin.
Sebelumnya, pemerintah meÂnaikkan harga jual gas elpiji 12 kg sebesar Rp 1.500 per kg atau dari harga Rp 115.000 per tabung menjadi Rp 133.000 per tabung. Namun, pemerintah kembali menurunkan harga jual gas elpiji 12 kg menjadi Rp 129.000 per tabung, atau turun Rp 4.000 per tabung pada Jumat (16/1).
Menurut Firdaus, stok elpiji 12 kg miliknya masih ada sekitar 200 tabung. Dia mengaku bakal rugi besar jika mengikuti harga baru yang ditetapkan pemerintah.
Sebagai agen dengan modal terbatas, dia berharap, pemerinÂtah bisa membuat regulasi yang jelas terkait harga elpiji, sehingga tidak merugikan pedagang maupun konsumen.
Keluhan yang sama disamÂpaikan pemilik agen elpiji PT Bina Permata Buana, Khoirul Anwar, di daerah Beji, Depok, yang mengaku rugi sekitar Rp 5.000 per tabung karena menjual elpiji 12 kg dengan harga Rp 129.700 per tabung. Padahal, dia membeli elpiji saat harga masih Rp 134.000 per tabung.
"Waktu saya beli masih harga lama. Karena stoknya banyak, jadi belum sempat kejual semua udah turun lagi, rugi lah. Saya sih hanya bisa berharap dalam waktu dekat harganya naik lagi," ucapnya sambil terkekeh-kekeh.
Direktur Pusat Studi KebiÂjakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan, turunnya harga elpiji 12 kg tidak dibarengi dengan pengawasan yang ketat. Pemerintah dan Pertamina mestinya mengawasi jalur dan pola distribusi elpiji agar harganya tidak dipermainkan seenaknya di tingkat konsumen.
"Dampak dari jalur dan mata rantai distribusi elpiji 12 kg sangat berpengaruh pada harga jual elpiji ke konsumen. Pertamina juga harus mengawasi kerja agen dan distributornya. Jangan sampai harga sudah turun, tapi di lapanÂgan tetap mahal," tegasnya.
Selama ini, harga jual elpiji di tingkat pengecer sangat berÂvariasi. Lebih parah lagi, isi dan takaran tabung elpiji 12 kg serÂing berkurang di tengah jalan.
"Bisa karena ulah oknum nakal yang sengaja mencuri isi tabung atau karena lainnya. Dampak negatif itu harus diminimalisir pemerintah dan Pertamina," tegasnya.
Sofyano mengatakan, selama ini Pertamina mengklaim hanya mampu memantau mata ranÂtai distribusi sampai ke agen dan distributor. Tapi di tingkat pengecer sulit dilakukan.
Kementerian Energi dan SumÂber Daya Mineral akan menÂgandalkan pemerintah daerah (Pemda) untuk mengawasi harga jual elpiji ukuran 12 kg di wilayah masing-masing. Pemda diminta memastikan harga elpiji 12 kg tetap Rp 129 ribu.
"Kami jaga sampai di agen jatuhnya sekian (Rp 129 ribu per tabung). Pemda nanti membantu jaga harga dari agen ke pelangÂgan," kata Pelaksana Tugas Dirjen Migas IGN Wiratmaja.
Menurut dia, jika nanti ada agen yang menjual elpiji 12 kg lebih dari Rp 129 ribu, bentuk sanksinya akan diserahkan keÂpada Pemda setempat. Namun, Wiratmaja mengakui bahwa harga di beberapa derah bisa saja berbeda, tergantung pada kebijakan pemda setempat.
Vice President Corporate ComÂmunication PT Pertamina Ali Mundakir mengakui, turunnya harga elpiji 12 kg merugikan agen.
"Kita akui, dengan mekanisme penentuan harga ini, agen elpiji rugi. Kerugian ini ditanggung sendiri oleh agen," ujarnya.
Ali menjelaskan, kerugian itu dialami agen yang memiliki stok elpiji 12 kg sangat banyak.
"Tapi ini sudah risiko bisnis. Karena ketika harga elpiji 12 kg naik dari Rp 114.900 per tabung jadi Rp 134.700 per tabung dan punya stok banyak, mereka untung besar," tuturnya. ***