Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad menjelaskan, kesepakatan tentang asumsi makro antara lain pertumbuhan ekonoÂmi yang dipatok di angka 5,7 persen, atau lebih rendah dari usulan pemerintah yang menyoÂdorkan angka 5,8 persen.
Sedangkan kurs dolar AS disÂepakati pada angka Rp 12.500, atau lebih tinggi dari usulan pemerintah yang mematok dolar AS setara Rp 12.200. Sementara asumsi inflasi disepakati di angka 5 persen. SeÂmentara suku bunga Surat PerbenÂdaharaan Negara (SPN) 3 bulan disepakati di angkat 6,2 persen.
Menurut Fadel, asumsi-asumsi itulah yang nantinya akan digunaÂkan dalam pembahasan RAPBN di Badan Anggaran (Banggar).
"Kesepakatan ini akan diusulÂkan dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR," kata bekas pemilik Bank Intan ini.
Namun, ada hal baru yang menarik dalam asumsi itu. Sebab, DPR dan pemerintah sepakat untuk memasang target pembanÂgunan nasional, serta memasukÂkan tingkat pengangguran dan kemiskinan, gini rasio atau tingkat perbedaan pendapatan penduduk, plus penghitungan baru indeks pembangunan manusia (IPM) dalam asumsi makro APBN.
Untuk tingkat kemiskinan, asumsi yang disepakati adalah 10,3 persen, sedangkan untuk tingkat pengangguran dipatok 5,6 persen. Sementara gini rasio diasumsikan 0,40, dengan IPM dipatok di angka 69,4.
Anggota Komisi XI DPR MuÂhammad Misbakhun mengatakan, kesepakatan itu menjadi catatan bersejarah bagi pemerintahan baru di bawah Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sebab, untuk kali pertama pemerinÂtah dan DPR memuat target pemÂbangunan dengan mencantumkan sejumlah persoalan yang terkait langsung masyarakat. ***