Bangun Pembangkit Listrik 35 Ribu MW Jangan Cuma Dijadikan Proyek Ambisius

Berkaca Dari Pembangunan Listrik 10 Ribu MW Yang Masih Molor

Sabtu, 24 Januari 2015, 09:52 WIB
Bangun Pembangkit Listrik 35 Ribu MW Jangan Cuma Dijadikan Proyek Ambisius
ilustrasi
rmol news logo Banyak yang pesimis dengan ren­cana pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 Megawatt (MW). Hal itu berkaca pada target pembangunan 10.000 MW yang sebelumnya molor.

Direktur Jenderal Ketena­galistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman optimis proyek pem­bangkit listrik 10.000 MW atau Fast Track Programme (FTP) akan rampung tahun ini. Hingga saat ini pemerintah baru bisa merealisasikan 7.500 MW.

Jarman mengaku terus men­dorong pembangunan pem­bangkit listrik baru dan ekspansi dari pembangkit yang telah ada. Termasuk pembangunan mega proyek listrik 35.000 MW yang dinilai banyak pihak terlalu ambisius.

"Kan kita melihat lima tahun belakangan kalau melihat FTP I, dari 10.000 MW hanya 7.500 MW. Tapi untuk tahun ini, pe­nambahan tenaga listrik secara nasional setidaknya lebih dari 3.000 MW," ujarnya, kemarin.

Jarman menyatakan, beberapa perusahaan pembangkit listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) telah menya­takan kesiapannya untuk mem­bangun pembangkit tambahan. Setidaknya ada 23 IPP yang telah siap.

Menteri Energi dan Sum­ber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyadari banyak pihak memandang sebelah mata mega proyek 35.000 MW.

"Hampir semua pihak pesimis dengan proyek pembangkit lis­trik 35.000 MW," ujarnya.

Sudirman mengakui, banyak kendala yang harus dihadapi untuk merealisasikan mega proyek ini. Delapan kendala besarnya di antaranya perso­alan tanah, koordinasi, perizinan, negosiasi tarif sampai kemampuan kontraktor.

Meski demikian, proyek itu mutlak dibutuhkan untuk men­capai target pertumbuhan ekono­mi 5-6 persen. Untuk mencapai target itu, tidak ada pilihan selain menambah kapasitas listrik.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha pesimis proyek itu akan tercapai. Pasalnya, pada pemerintahan lalu ada proyek pembangkit listrik 10.000 MW atau FTP Idan II, namun proyek tersebut molor.

Satya pun terkejut dengan rencana pemerintah yang memi­liki obsesi untuk menambah kapasitas listrik sebesar 35.000 MW. Padahal, sejumlah proyek pembangkit listrik pada FTP Idan IItidak berjalan maksimal dan belum sesuai target.

"Saya melihat FTP Idan IItidak jalan, tapi pemerintah optimis bisa realisasikan tam­bahan kapasitas 35.000 MW," ungkap Satya.

Tanpa melakukan terobosan pemerintah, dia pesimis dapat memenuhi tambahan kapasitas listrik sebesar 35.000 MW. Se­mentara ancaman krisis listrik sudah nyata di depan mata.

Politisi Partai Golkar itu mem­berikan solusi kepada pemerin­tah untuk merealisasikan kapa­sitas pembangkit listrik dengan memanfaatkan energi nuklir (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir/PLTN).

Menurutnya, sejumlah negara tetangga di kawasan Asia Teng­gara telah menggunakan energi nuklir dalam memenuhi kebutu­han listrik yang terus mengalami peningkatan.

Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa menjelaskan, terdapat tiga masalah di sektor ketengalistrikan nasional yang kerap menyebabkan proyek pembang­kit molor dari yang dijadwalkan. Pertama, adanya tumpang tindih perizinan yang menyebabkan proses persiapan pembangunan berlangsung lama.

Bahkan, kata Fabby, ada be­berapa proyek yang mengha­biskan waktu dua tahun hanya untuk mengurus perizinan.

"Contoh yang jelas terlihat PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Sarulla dan PLTU(Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Batang. Coba, berapa lama itu molornya," cetusnya.

Selain perizinan, kenda­la yang juga harus dihadapi sewaktu membangun pem­bangkit ialah kesulitan pem­bebasan lahan. Pasalnya, selain membutuhkan lahan yang luas, investor juga memerlukan sebi­dang tanah untuk membangun jaringan listrik.

Fabby mengungkapkan, tidak jarang sewaktu proses pembe­basan masyarakat menaikkan harga tanahnya hingga berkali-kali lipat. Inilah yang menyebab­kan proses pembebasan dan menjadi kendala terberat di sek­tor ketenagalistrikan Indonesia.

"Bahkan, PLN yang merupakan perusahaan negara juga ser­ing mengalami kesulitan dalam hal pembebasan. Kadangkala harus ada ketegasan pemerintah karena kenaikan harga tanah su­dah keterlaluan," ujarnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA