Direktur Jenderal KetenaÂgalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman optimis proyek pemÂbangkit listrik 10.000 MW atau Fast Track Programme (FTP) akan rampung tahun ini. Hingga saat ini pemerintah baru bisa merealisasikan 7.500 MW.
Jarman mengaku terus menÂdorong pembangunan pemÂbangkit listrik baru dan ekspansi dari pembangkit yang telah ada. Termasuk pembangunan mega proyek listrik 35.000 MW yang dinilai banyak pihak terlalu ambisius.
"Kan kita melihat lima tahun belakangan kalau melihat FTP I, dari 10.000 MW hanya 7.500 MW. Tapi untuk tahun ini, peÂnambahan tenaga listrik secara nasional setidaknya lebih dari 3.000 MW," ujarnya, kemarin.
Jarman menyatakan, beberapa perusahaan pembangkit listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) telah menyaÂtakan kesiapannya untuk memÂbangun pembangkit tambahan. Setidaknya ada 23 IPP yang telah siap.
Menteri Energi dan SumÂber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyadari banyak pihak memandang sebelah mata mega proyek 35.000 MW.
"Hampir semua pihak pesimis dengan proyek pembangkit lisÂtrik 35.000 MW," ujarnya.
Sudirman mengakui, banyak kendala yang harus dihadapi untuk merealisasikan mega proyek ini. Delapan kendala besarnya di antaranya persoÂalan tanah, koordinasi, perizinan, negosiasi tarif sampai kemampuan kontraktor.
Meski demikian, proyek itu mutlak dibutuhkan untuk menÂcapai target pertumbuhan ekonoÂmi 5-6 persen. Untuk mencapai target itu, tidak ada pilihan selain menambah kapasitas listrik.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha pesimis proyek itu akan tercapai. Pasalnya, pada pemerintahan lalu ada proyek pembangkit listrik 10.000 MW atau FTP Idan II, namun proyek tersebut molor.
Satya pun terkejut dengan rencana pemerintah yang memiÂliki obsesi untuk menambah kapasitas listrik sebesar 35.000 MW. Padahal, sejumlah proyek pembangkit listrik pada FTP Idan IItidak berjalan maksimal dan belum sesuai target.
"Saya melihat FTP Idan IItidak jalan, tapi pemerintah optimis bisa realisasikan tamÂbahan kapasitas 35.000 MW," ungkap Satya.
Tanpa melakukan terobosan pemerintah, dia pesimis dapat memenuhi tambahan kapasitas listrik sebesar 35.000 MW. SeÂmentara ancaman krisis listrik sudah nyata di depan mata.
Politisi Partai Golkar itu memÂberikan solusi kepada pemerinÂtah untuk merealisasikan kapaÂsitas pembangkit listrik dengan memanfaatkan energi nuklir (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir/PLTN).
Menurutnya, sejumlah negara tetangga di kawasan Asia TengÂgara telah menggunakan energi nuklir dalam memenuhi kebutuÂhan listrik yang terus mengalami peningkatan.
Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa menjelaskan, terdapat tiga masalah di sektor ketengalistrikan nasional yang kerap menyebabkan proyek pembangÂkit molor dari yang dijadwalkan. Pertama, adanya tumpang tindih perizinan yang menyebabkan proses persiapan pembangunan berlangsung lama.
Bahkan, kata Fabby, ada beÂberapa proyek yang menghaÂbiskan waktu dua tahun hanya untuk mengurus perizinan.
"Contoh yang jelas terlihat PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Sarulla dan PLTU(Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Batang. Coba, berapa lama itu molornya," cetusnya.
Selain perizinan, kendaÂla yang juga harus dihadapi sewaktu membangun pemÂbangkit ialah kesulitan pemÂbebasan lahan. Pasalnya, selain membutuhkan lahan yang luas, investor juga memerlukan sebiÂdang tanah untuk membangun jaringan listrik.
Fabby mengungkapkan, tidak jarang sewaktu proses pembeÂbasan masyarakat menaikkan harga tanahnya hingga berkali-kali lipat. Inilah yang menyebabÂkan proses pembebasan dan menjadi kendala terberat di sekÂtor ketenagalistrikan Indonesia.
"Bahkan, PLN yang merupakan perusahaan negara juga serÂing mengalami kesulitan dalam hal pembebasan. Kadangkala harus ada ketegasan pemerintah karena kenaikan harga tanah suÂdah keterlaluan," ujarnya. ***