Anggota Komisioner KPPU Muhammad Syarkawi Rauf meÂngatakan, pihaknya akan meÂmangÂgil Pertamina, Shell dan Total selaku penyalur BBM non subsidi di dalam negeri pada awal tahun depan. Pemanggilan ini terkait dengan dugaan adanya kartel harga BBM non subsidi atau bensin jenis pertamax.
Kita akan panggil awal tahun depan. Tapi kami usahakan akhir tahun ini bisa memanggil meÂreka,†ujarnya kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta.
Menurut dia, yang pertama dipanggil adalah Pertamina, keÂmudian menyusul Shell dan ToÂtal. Kenapa begitu? Dia bilang, karena Pertamina sebagai peÂnyaÂlur dan pemain utama BBM di dalam negeri.
Dalam pemanggilan tersebut, pihaknya akan memÂpertanyakan terkait mekanisme penentuan harÂga pertaÂmax. Jika dalam perÂtemuan itu ditemukan bukti-bukÂti baru, akan langsung ditingÂkatÂkan ke peÂnyelidikan.
Syarkawi bilang, pihaknya haÂnya memÂbuÂtuhkan dua alat bukti unÂtuk meÂnguatkan adanya dugaÂan perÂmaÂinan harga pertamax.
Jika terbukti (kartel) dalam penyelidikan, maka Pertamina, Shell dan Total bisa dikenakan sanksi denda. Denda maksimum Rp 20 miliar,†tegasnya.
MesÂkipun Shell dan Total peÂruÂsahaan asing, lanjut Syarkawi, mereka tetap kena sanksi. AlasÂannya, meÂreka berÂoperasi di daÂlam negeri sehingga harus meÂngikuti atura.
Saat ditanya apa dasar yang menyebabkan KPPU menduga ada kartel harga pertamax cs, Syarkawi menyebut, turunnya harga minyak dunia. Seharusnya dengan terus turunnya harga miÂnyak dunia dari 110 dolar AS per barel ke posisi 60 dolar AS per barel, maka harga pertamax cs ikut turun.
Tapi yang terjadi harganya malah tetap stabil di Rp 9.950 per liter. Itu juga turunnya sangat sedikit dari Rp 11.000 per liter,†tuturnya.
Apalagi, kata dia, harga perÂtamax Rp 9.950 per liter berlaku sejak akhir November 2014, tak lama setelah peÂmeÂrinÂtah meÂnaikkan harga premium dan soÂlar pada 18 November 2014.
Karena itu, dia menduga, ada kartel dalam penentuan harga pertamax cs. DiÂtamÂbah lagi ada pernyataan pihak Pertamina di media yang meÂngaÂtakan baru akan menurunkan harga jika pesaingnya seperti Shell dan Total menurunkan harga juga.
Jika ketiga peruÂsahaan itu mempunyai respons yang sama, maka harga BBM non subsidi tentu akan tertahan,†tudingnya.
Selain itu, Pertamina juga meÂnerapkan dua harga pertamax. Di daerah harga lebih mahal diÂbanÂdingkan di Jakarta. PaÂdahal, di daeÂrah peÂrusahaan miÂnyak pelat merah itu justru tidak memiliki saingan.
Ini akan kita selidiki dan minta penjelasan pihak terÂkait,†papar Syarkawi.
Ketua Komisi VII DPR KaÂrÂdaya Warnika menyambut baik langkah KPPU yang akan meÂmanggil operator BBM non subÂsidi. Dia berharap, langkah terÂsebut bisa menurunkan harga pertamax cs.
Bekas Dirjen Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESÂDM) itu mengatakan, seharusÂnya dengan kondisi harga miÂnyak dunia yang terus turun, harga pertamax cs juga ikut turun.
Kalau harganya tetap tidak turun, itu yang harus diÂpertanyaÂkan,†cetus Kardaya kepada
RakÂyat Merdeka.
Selama dia menjadi pejabat di Kementerian ESDM, penentuan harga pertamax merupakan keÂwenangan Pertamina sepeÂnuhÂnya karena bukan barang yang disubsidi.
Dengan masuknya KPPU kesana (Pertamina), berÂarti meÂmang ada dugaan kartel. Kita tunggu hasil penyelidikan KPPU,†tuÂkasnya.
Sebelumnya, Vice President Distribution Fuel and Marketing PT Pertamina Suhartoko meÂngaÂtakan, tidak ada aturan yang mengharuskan perseroan untuk mengubah harga jual pertamax setiap dua minggu sekali atau setiap bulan.
Dia menegaskan, perÂtimbaÂngÂan harga jual pertamax tidak berÂubah dalam sebulan terakhir ini karena perhitungan
profit mauÂÂpun perhitungan voÂlume penÂjuÂÂalÂan menunjukkan harga perÂtamax belum perlu diturunÂkan. KareÂna itu, dia memÂperÂsilakan KPPU untuk meÂnelusuÂri dugaÂan kartel teÂrsebut. ***