Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim mengatakan, keberÂpihakan pemerintah menjadi kunci tercapainya target swaÂsembada garam dan penutupan kran impor. Saat ini, jumlah imÂpor garam dibandingkan deÂngan produksi nasional lebih dari 80 persen sejak 2010.
â€Sekedar contoh, pada 2010, produksi garam sebesar 1,621,338 ton, impor 2,080,000 ton. SeÂmenÂtara pada 2014 sebesar 2,190,000 ton, impor 1,950,000 ton,†ujarnya.
Menurut dia, besarnya angka impor disebabkan oleh peÂngeÂlolaan garam nasional yang terÂbagi ke dalam tiga kementerian, yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kelautan dan PerÂikanan. Tapi beda kewenangan dan tanpa koordinasi,†ujarnya.
Selain itu, pemberdayaan gaÂram rakyat tidak dimulai dari hulu hingga hilir. Dengan terus meÂlonjaknya impor garam, kata dia, seharusnya pemerintah menÂjaÂlankan kebijakan satu pintu. Dia mencontohkan, di India pengeÂlolaan garam nasional terpusat dikerjakan oleh pemerintah pusat dan lembaga independen, yakni Salt Commissioner’s Office (SCO).
Menurut dia, lembaga tersebut bertugas untuk memastikan bahÂwa petambak garam menÂdaÂpatkan asuransi jiwa dan keseÂhatan, beasiswa sekolah anak mereka dan tempat beristirahat. Lalu, air bersih dan kamar mandi yang layak, kelengkapan alat keÂseÂlamatan bekerja, jaminan harÂga, sepeda dan jalan menuju tambak garam yang bagus.
â€Di Indonesia tidak diperlukan lembaga baru, asal ada kesungÂguÂhan politik pemerintah dan keseÂdiaan bekerjasama dengan maÂsyÂaÂrakat petambak garam skala keÂcil, impor bisa ditutup dan petamÂbak garam sejahtera,†katanya.
Apalagi, pihaknya juga menÂcatat 65,2 persen anggaran KeÂmenterian Kelautan Dan PerÂikanan hanya untuk inÂfrastruktur dan belanja barang dan jasa. Bukan pemberdayaan nelayan.
Menteri Perencanaan PemÂbaÂngunan Nasional / Kepala BapÂpenas Adrinof Chaniago mengÂakui, jika pemerintah belum bisa menghentikan impor garam. Menurutnya, meskipun Indonesia memiliki wilayah lautan dua perÂtiga dari luas negara dan lautnya terpanjang di dunia, tapi impor garam masih sangat tinggi.
â€Seperti kita tahu bersama InÂdonesia merupakan negara keÂpulauan dengan luas wilayah lautan 2/3 dari luas totalnya. BeÂgitu juga garis pantainya terpÂaÂnÂjang di dunia tetapi anehnya sampai saat ini kita masih mengÂimpor garam,†katanya.
Menurut dia, kondisi ini berÂbeda dengan negara tetangga Indonesia, seperti Thailand dan Malaysia. Ia mengatakan, meski keÂdua negara tersebut memiliki lautan tidak sebesar Indonesia, tapi mampu memproduksi garam jauh lebih baik dari Indonesia.
Tak hanya itu, kata Adrinof, seÂlain garam Indonesia, masih di hadapkan pada persoalan impor ikan segar. Bahkan, setiap tahun jumlahnya terus mengalami peÂningÂkatan. Karenanya, tidak ada alasan lagi selain kini pemerintah memfokuskan pembangunan pada bidang kamaritiman dan kelautan. ***